Sinergi Penyidik Sipil dan Pihak Pelapor

| 0

 

Jakarta (23/11) – Guna mengoptimalkan upaya penegakan hukum, menyamakan persepsi serta memberikan pemahaman terkait dengan penerapan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyelenggarakan kegiatan Sinergi Penegakan TPPU kepada instansi-instansi yang memiliki kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan penyedia jasa keuangan (PJK) bank. Kegiatan ini diselenggarakan secara virtual, Selasa, 23 November 2021.

Plt. Deputi Bidang Pemberantasan PPATK, Aris Priatno mengapresiasi atas antusias kehadiran para peserta dari Aparat Penegak Hukum dan Penyedia Jasa Keuangan dalam kegiatan ini.

“Selain untuk menyamakan persepsi dan pemahaman dalam penanganan TPPU, kegiatan ini juga bertujuan untuk membuka jaringan komunikasi dan relasi antara PPATK, Aparat Penegak Hukum dan Penyedia Jasa Keuangan sehingga fungsi koordinasi dalam penanganan perkara tindak pidana pencucian uang dapat berjalan dengan baik,” ungkapnya.

Selain itu, Direktur Analisis Pemeriksaan II PPATK ini berharap seluruh peserta dapat menyimak pemparan dari beberapa narasumber, serta aktif dalam sesi diskusi untuk bertanya dan bertukar pikiran dengan PPATK maupun PJK.

“Beberapa narasumber memaparkan materi tentang kewenangan penyidik, penelusuran transaksi keuangan mencurigakan, serta kerja sama dalam penanganan perkara TPPU,” lanjutnya.

Dengan adanya persamaan persepsi dan pemahaman antara Aparat Penegak Hukum, PPNS, dan PJK diharapkan mampu mengoptimalkan penanganan TPPU di Indonesia baik dari segi pencegahan maupun pemberantasan, serta menumbuhkan motivasi mereka untuk selalu bersinergi menegakkan Rezim APUPPT di Indonesia.

Putusan MK nomor: 15/PUU-XIX/2021 pada 29 Juni 2021 terkait uji materi (judicial review) atas penjelasan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU (UU TPPU) telah memperluas kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang sebelumnya tidak termuat dalam Penjelasan Pasal 74 UU TPPU. Dengan demikian, putusan MK membuka jalan bagi PPNS guna menyidik tindak pidana asal sekaligus penyidikan TPPU.

Urgensi penyidikan TPPU untuk ditangani oleh instansi yang memiliki PPNS, sangat diperlukan sebagai wujud mitigasi risiko berdasarkan hasil National Risk Assessment (NRA) TPPU Tahun 2021. Menurut data NRA TPPU Tahun 2021, terdapat 5 besar tindak pidana asal berisiko terhadap TPPU yang juga menjadi kewenangan PPNS, yaitu secara berturut-turut adalah tindak pidana korupsi, narkotika, di bidang perpajakan, di bidang perbankan, dan di bidang kehutanan.

Direktur Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat PPATK, Tuti Wahyuningsih, dalam penutupan menuturkan bahwa selama diskusi berlangsung tampak kegamangan dari para PPNS dalam menjalankan kewenangan sesuai keputusan MK.

“Kami dari Direktorat Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat sebagai pintu masuk kerja sama siap membantu rekan-rekan PPNS melalui pemberian informasi, koordinasi asistensi” jelasnya. (MT)

Submit
Komentar (0)
Tinggalkan Komentar