18 TAHUN PPATK: ASA DI TENGAH LARA

| 0

 

Oleh Tri Andriyanto, Pranata Humas PPATK

“Penegakan hukum akan optimal bila pelaku kejahatan dijauhkan dari insentif hasil kejahatannya,”

Alm. Kiagus Ahmad Badaruddin, Kepala PPATK 2016-2021

 

17 April 2020, tepat memasuki usia ke-18 tahun kelahiran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Di usia yang makin dewasa, eksistensi lembaga produk reformasi yang bertugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) ini makin diakui, khususnya dalam perannya menjaga integritas sistem keuangan sekaligus mendukung proses penegakan hukum.

Di sisi lain, memasuki usianya yang ke-18, tantangan yang dihadapi PPATK tidak semakin berkurang. Di tengah upaya terus meningkatkan performa dan kinerja lembaga, penyebaran pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) menyebabkan sejumlah target harus dikoreksi, sekaligus penyesuaian ragam aktivitas strategis lainnya. Problematika yang dihadapi semakin pelik saat keluarga besar PPATK harus melepas kepergian sosok pemimpin sekaligus pengayom, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin pada 14 Maret 2020 lalu. Momen kehilangan secara tiba-tiba ini menjadi pukulan telak, membentuk lara yang menyesakkan hati seluruh insan PPATK.

 

Prestasi Besar

Sejak mengambil alih tongkat estafet kepemimpinan PPATK pada Oktober 2016 lalu, sepak terjang kepemimpinan Kiagus Ahmad Badaruddin bersama Wakil Kepala PPATK Dr. Dian Ediana Rae layak mendapat apresiasi. Kombinasi keduanya menginisiasi lahirnya berbagai penguatan infrastruktur hukum anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APUPPT), menjaga integritas sistem keuangan, mengoptimalkan komitmen anti-pendanaan terorisme di lingkup nasional dan regional, meningkatkan peran sentral Indonesia dan PPATK khususnya dalam berbagai forum internasional, serta membawa PPATK menuju transformasi organisasinya.

Di fase awal periode kepemimpinannya, PPATK sukses mendorong Presiden RI Joko Widodo menetapkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pemanfaatan Laporan Hasil Analisis dan Laporan Hasil Pemeriksaan PPATK. Dikeluarkannya Instruksi ini menjadi landasan penting penguatan peran PPATK dalam mendorong penegak hukum menindaklanjuti produk Hasil Analisis (HA) dan Hasil Pemeriksaan (HP) PPATK. Inpres 2/2017 juga menjadi stimulus upaya peningkatan peran negara dari sektor pajak, di tengah upaya masif pembangunan infrastruktur negara.

PPATK juga menegaskan komitmennya dalam mendukung implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Upaya ini diwujudkan dalam serangkaian penyusunan HA, HP, maupun pemberian keterangan ahli. PPATK meyakini bahwa ketentuan pemidanaan terhadap korporasi ini patut didukung, sebagai upaya menjaga marwah dan integritas korporasi serta menghindarkannya disalahgunakan sebagai sarana kejahatan.

PPATK di era kepemimpin Kiagus Ahmad Badaruddin juga menginisiasi pembentukan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi, atau yang lazim disebut dengan PerPres BO. PerPres BO bertujuan membangun sistem tranparansi informasi korporasi berikut pemilik manfaatnya, sekaligus menghindarkan korporasi digunakan sebagai sarana pencucian uang dan bermuara pada peningkatan iklim investasi di Indonesia.

Dalam hal menjaga integritas perekonomian, PPATK bersama dengan sejumlah lembaga seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi menetapkan metode pengawasan berbasis risiko sesuai hasil pemetaan risiko. Pengawasan ini dilakukan berdasarkan risiko kunci wilayah, produksi, profil, dan distribution channel yang berisiko tinggi. Penerapan metode ini berkontribusi dalam meningkatkan efektivitas proses pengawasan, sekaligus memperkokoh implementasi rezim APUPPT di Indonesia.

Terkait tugasnya mencegah dan memberantas tindak pidana pendanaan terorisme, PPATK menginisiasi dan memimpin kerja sama antar-lembaga intelijen keuangan (financial inteligence unit/FIU) dalam menyusun asesmen risiko regional terkait dengan pendanaan terorisme melalui penyalahgunaan non-profit organisation (NPO). Produk asesmen yang dinamakan Regional Risk Assessment on Non-Profit Organisation (RRA-NPO) di kawasan Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru ini menjadi terobosan penting mengingat belum pernah ada asesmen sejenis terkait pendanaan terorisme lingkup regional di kawasan manapun. Peran sentral PPATK patut diapresiasi atas kontribusi nyatanya dalam proses penyusunan, finalisasi, hingga peluncuran dokumen asesmen ini.

Di lingkup domestik, peran sentral PPATK di bidang anti-pendanaan terorisme diwujudkan dalam bentuk inisiasi Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pemberian Sumbangan oleh Organisasi Kemasyarakatan dalam Pencegahan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. PerPres ini bertujuan untuk melindungi Ormas dari penerimaan berbagai bentuk sumbangan, khususnya dari luar negeri yang ternyata difungsikan untuk pendanaan terorisme. Implementasi Peraturan ini juga menjadi bukti komitmen kepatuhan Indonesia terhadap standar internasional APUPPT yang ditetapkan oleh Financial Action Task Force on Money Laundering (FAT) selaku organisasi internasional di bidang APUPPT.

Di kancah internasional, terpilihnya Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae sebagai Vice Chair di Kelompok Kerja Pertukaran Informasi the Egmont Group, dilanjutkan sebagai Regional Representative the Egmont Group untuk kawasan Asia Pasifik, serta sebagai Co-Chair dalam Financial Intelligence Consultative Group (FICG) di kawasan Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru menunjukkan makin sentralnya peran PPATK dalam forum-forum internasional di bidang APUPPT. Bahkan, pada Januari 2019, PPATK sukses menjadi tuan rumah penyelenggaraan Egmont Group Meeting, sebuah forum yang mempertemukan FIU dari seluruh dunia. Kini, komitmen kepatuhan PPATK dan seluruh pemangku kepentingan terkait diuji dalam upaya Indonesia bergabung sebagai anggota FATF.

Dalam upaya menyukseskan program pemerintah dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas, PPATK di era kepemimpinan Kiagus Ahmad Badaruddin berhasil mengoptimalkan peran Indonesian Financial Intelligence Institute (IFII). IFII menjadi wadah yang strategis dalam membentuk SDM di bidang APUPPT yang berkualitas sekaligus berintegritas, baik bagi kalangan Pihak Pelapor maupun Aparat Penegak Hukum.

Berbagai prestasi juga mengiringi sepak terjang PPATK di bawah komando Kiagus Ahmad Badaruddin dan Dian Ediana Rae. Hingga kini, PPATK sukses mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian selama 13 tahun berturut-turut. PPATK juga sukses mendapat predikat terbaik dalam penilaian keterbukaan informasi publik dengan penghargaan yang disampaikan langsung oleh Wakil Presiden RI. Capaian lain mengiringi seperti 100% menuntaskan Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi, penghargaan di bidang pengelolaan keuangan negara, penghargaan di bidang penataan kearsipan, hingga penguatan jejaring PPATK dengan FIU di kawasan Asia Tengah, Afrika, dan Amerika Selatan.

 

18 Tahun PPATK

Mengingat momen 18 tahun hadirnya PPATK, terekam sejarah yang kembali berputar. Kehadiran PPATK begitu erat dengan upaya Indonesia keluar dari jeratan FATF yang pada tahun 2001 menempatkan Indonesia sebagai negara yang tidak kooperatif dalam menegakkan standar internasional di bidang anti-pencucian uang. Ditempatkannya Indonesia dalam daftar Non-Cooperative Countries and Territories (NCCT) merusak kredibilitas sektor ekonomi Indonesia, yang sangat erat kaitannya dengan menurunnya tingkat kepercayaan berbagai negara dan investor terhadap Indonesia.

Daftar hitam FATF memacu Indonesia berbenah, menghasilkan diundangkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 pada tanggal 17 April 2002, yang sekaligus menjadi pintu gerbang lahirnya PPATK. Pembenahan lanjutan dilakukan dalam bentuk pengkinian regulasi setahun setelahnya, yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003. Praktis, PPATK mulai aktif bekerja sebagai lembaga sejak 17 Oktober 2003 dengan tugas utama mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Sebelumnya, tugas dan wewenang PPATK terkait transaksi keuangan mencurigakan dilakukan oleh Unit Khusus Investigasi Perbankan Bank Indonesia.

Terhitung sepanjang tahun 2004, PPATK telah menghimpun 1.393 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) yang dilaporkan oleh 67 bank umum, 3 perusahaan efek, 3 pedagang valuta asing, 1 perusahaan pembiayaan, 1 perusahaan asuransi, dan 1 perusahaan dana pensiun. Sejumlah ribuan LTKM tersebut dianalisis dan menghasilkan 234 kasus transaksi keuangan mencurigakan yang telah diserahkan kepada Kepolisian dan Kejaksaan untuk proses hukum selanjutnya. Di samping itu, selama periode 2003-2004 PPATK telah berhasil menjalin kerja sama dengan FIU Thailand (AMLO), FIU Malaysia (UPK-BNM), FIU Korea Selatan (KoFIU), Jaksa Agung Australia, FIU Filipina (AMLC), hingga FIU Rumania (NOPCML).

Kerja nyata yang dibangun PPATK dengan dukungan berbagai Kementerian/Lembaga dan seluruh pemangku kepentingan terkait berkontribusi pada dikeluarkannya Indonesia dari daftar hitam FATF pada tahun 2005. Keluarnya Indonesia dari daftar NCCT menempatkan Indonesia pada posisi yang layak dan tidak lagi dianggap rentan terhadap praktik-praktik pencucian uang karena dinilai telah memenuhi standar internasional yang ditetapkan FATF.

Pasca keluar dari daftar hitam FATF, produktivitas PPATK terus meningkat. Laporan transaksi keuangan yang dilaporkan makin meningkat setiap waktunya, dan keterlibatan PPATK dalam pengungkapan perkara-perkara yang merugikan keuangan negara secara masif juga makin intens. Hal ini memicu munculnya isu dari berbagai pihak untuk memperkuat dan menambah fungsi dari PPATK, yang kemudian tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-Undang ini relatif memperluas kewenangan PPATK jika dibandingkan dengan implementasi UU sebelumya. Dalam UU 8/2010, PPATK dapat melakukan pengelolaan data dan informasi, penambahan kewenangan pemeriksaan, menambah jumlah penyidik yang menerima HA dan HP PPATK, hingga menambah ruang lingkup Pihak Pelapor.

Euforia penguatan peran PPATK mendapatkan tantangan berikutnya, saat di tahun 2012 FATF kembali menempatkan Indonesia dalam daftar hitam, kali ini kaitannya dengan tindak pidana pendanaan terorisme. Bagi FATF, ketentuan yang ada di Indonesia dianggap belum memadai sesuai dengan standar internasional yang ditetapkan dalam Rekomendasi FATF, sehingga menempatkan Indonesia sebagai negara yang berisiko tinggi terhadap pendanaan terorisme. Pada saat itu, memang belum terdapat ketentuan yang dapat memidanakan pelaku pendanaan terorisme. Efeknya di bidang ekonomi cukup terasa, karena negara-negara dan institusi keuangan di seluruh dunia diminta meningkatkan kewaspadaan dalam menjalani hubungan usaha dengan Indonesia.

Indonesia kembali berhasil keluar dari jerat daftar hitam FATF pada tahun 2015. Diundangkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme serta Peraturan Bersama Pembekuan Aset Serta-Merta. Berbagai ketentuan ini menjadikan PPATK tidak hanya menjadi focal point di bidang anti-pencucian uang, melainkan juga tindak pidana pendanaan terorisme.

Praktis, sejak diundangkannya UU 8/2010 hingga memasuki usianya yang ke-18, sepak terjang PPATK dalam mendukung penegakan hukum semakin nyata. PPATK memiliki peran konkret dalam pengungkapan perkara rekening gendut oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS), pengungkapan jaringan narkotika domestik dan internasional, korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), korupsi pembangunan jalan dan jembatan, korupsi sejumlah kepala daerah, suap di sektor migas, penyelundupan lobster, penyelundupan telepon seluler, penyelundupan tekstil, perdagangan satwa liar dilindungi jaringan internasional, perdagangan manusia, pendanaan terorisme domestik dan internasional, dan sejumlah perkara lainnya.

 

Asa di Tengah Lara

Di tengah setumpuk pekerjaan yang harus dituntaskan, kehilangan sosok Pimpinan yang menakhodai arah gerak lembaga tentu bukan perkara ringan untuk diatasi. Gerak maju PPATK juga secara alamiah terhambat karena pandemi Covid-19 yang belum mereda. Di tengah situasi sulit seperti ini, asa tetap perlu dijaga, dan lara tentu tidak perlu berlama-lama.

Dalam arahannya di momen HUT PPATK ke-18, Wakil Kepala PPATK Dr. Dian Ediana Rae meminta kepergian sosok Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin tidak menghilangkan semangat dan cita-citanya pada lembaga ini. Ia mengajak seluruh komponen di PPATK menyikapi HUT PPATK ke-18 dan berpulangnya Kepala PPATK sebagai momentum terus meningkatkan kapasitas diri dan organisasi. Produktivitas tidak boleh berhenti, dan implementasinya harus tetap dilaksanakan secara akuntabel.

Ke depan, sederet target menunggu untuk direalisasikan. Kepemimpinan PPATK dalam proses menuju keanggotaan FATF tidak boleh stagnan atau berhenti. Sekalipun proses Mutual Evaluation Review (MER) sebagai prasyarat keanggotaan harus tertunda, berbagai koordinasi lanjutan dengan berbagai pihak terkait tidak boleh stop tanpa perkembangan berarti. Upaya menjadi anggota FATF sudah menjadi program prioritas nasional, sehingga sudah selayaknya seluruh komponen PPATK membangun sinergi yang solid untuk mendukung tercapainya target ini.

Di samping isu soal keanggotaan FATF, berbagai tantangan lain juga mendesak untuk diselesaikan, seperti penyusunan proses bisnis organisasi, penguatan kerja sama dalam dan luar negeri, perbaikan sistem pelaporan dan database, peningkatan kualitas Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan, hingga program-program prioritas lain seperti implementasi goAML, pengukuran Financial Integrity Review, pembangunan aplikasi Politically Exposed Persons, pembangunan aplikasi Information Sharing Platform, dan sederet target lainnya.

Di tengah upaya bertahan dari pandemi Covid-19 dan rasa kehilangan sosok pemimpin, PPATK tetap tidak diperkenankan untuk berhenti walau hanya sejenak. Begitu banyak target dan tantangan yang membentang, yang hanya akan bisa diatasi bila seluruh komponen di PPATK dapat bergandengan tangan menjalin sinergi yang solid dan hangat. HUT ke-18 PPATK diharap menjadi momentum sempurna merajut asa, meningkatkan produktivitas, dan terus berkontribusi dalam memajukan bangsa dan negara.

Dirgahayu, 18 tahun PPATK. PPATK kuat, Indonesia hebat.

*****

 

Submit
Komentar (0)
Tinggalkan Komentar