Cegah Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Melalui Pengawasan Pembawaan Uang Tunai

| 0

JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bersama dengan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia,  Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perhubungan, serta instansi terkait lainnya telah menyusun dan membahas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pembawaan Uang Tunai dan Instrumen Pembayaran Lain Ke Dalam atau Ke Luar Daerah Pabean Indonesia.

Selain untuk memenuhi delegasi dari UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), RPP ini akan mengatasi kekosongan pengaturan hukum (rechts-vacuum) khususnya mengenai tata cara pemberitahuan pembawaan instrumen pembayaran lain termasuk pengenaan sanksi administratif, dan penyetoran ke kas negara atas pelanggaran pembawaan instrumen pembayaran lain.

Untuk memberikan pemahaman yang tepat mengenai RPP yang saat ini sedang diajukan ke Presiden, PPATK mengadakan diseminasi mengenai Pengaturan Mengenai Penyampaian Laporan Pembawaan Uang Tunai Dan/Atau Instrumen Pembayaran Lain Ke Dalam Atau Ke Luar Daerah Pabean Indonesia yang berlangsung di Jakarta, Kamis (08/12).

Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menjelaskan, RPP dimaksud pada intinya memuat pengaturan mengenai pengawasan terhadap Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain ke dalam atau ke luar Daerah Pabean Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pengawasan dilakukan dengan cara meminta setiap orang yang masuk atau keluar Daerah Pabean memberitahukan sendiri (self-declaration) Pembawaan Uang Tunai dan/ atau Instrumen Pembayaran Lain yang wajib dilaporkan berdasarkan UU TPPU.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) menyatakan, bahwa setiap orang yang membawa uang tunai dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing, dan/atau instrumen pembayaran lain paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau yang nilainya setara dengan itu ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia wajib memberitahukannya kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Filosofi dari pengaturan tersebut bukan hanya dalam konteks menjaga stabilitas nilai tukar mata uang rupiah dan mencegah internasionalisasi mata uang rupiah, tetapi juga sangat penting dalam konteks pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Materi muatan yang diatur dalam RPP juga telah mengakomodir perkembangan internasional mengenai pelaporan dan pengawasan terhadap pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain. Kelak melalui penetapan RPP ini, diharapkan dapat memperkuat ketentuan mengenai pemidanaan terhadap setiap orang yang membawa ke luar daerah pabean Indonesia, harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU TPPU.  

“Ini kerjasama PPATK, Ditjen Bea Cukai dan BI selaku pengawas pembawaan uang tunai ke dalam dan keluar wilayah kepabeanan. Kegiatan ini juga mengundang AUSTRAC untuk berbagi pengalaman mengenai yang  berlaku di Australi mengenai pembawaan uang tunai,” jelas Kepala PPATK.  

Kegiatan diseminasi secara rutin diselenggarakan untuk menyebarluaskan dan memberikan pemahaman yang tepat mengenai peraturan perundang-undangan yang baru ditetapkan, dimana Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terlibat secara aktif dalam penyusunan dan pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan serta merupakan lembaga yang ikut bertanggung jawab dalam mengimplementasikan dengan baik peraturan yang baru ini. (ES/FSS)

Submit
Komentar (0)
Tinggalkan Komentar