PPATK Mengukur Indeks Persepsi Publik Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme

| 0

Ilustrasi rezim Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Indonesia

 

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bersama PT Surveyor Indonesia melaksanakan Pengukuran Indeks Persepsi Publik (IPP) Tahun 2018 terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT).

Menurut Ketua Kelompok Kehumasan PPATK M Natsir Kongah, tolak ukur tersebut digunakan untuk bahan penilaian capaian tahunan seluruh stakeholders yang ada serta untuk menentukan arah kebijakan yang paling tepat guna mencegah serta memberantas TPPU dan TPPT pada masa berikutnya.

“Penentuan ukuran sampel tersebut sebanyak 11.040 respondenn di 173 kabupaten/kota pada 34 provinsi di Indonesia. Sedangkan pemilihan desa/kelurahan proporsi ditentukan berdasarkan klasifikasi wilayah desa/kota per jumlah penduduk menurut jenis kelamin serta kelompok umum di 1.104 desa/kelurahan,” ucapnya.

Natsir kepada Tribunjateng.com, Senin (23/7/2018) mengutarakan, dari kegiatan tersebut, setidaknya ada 7 ukuran dan informasi yang ingin diperoleh dari hasil pelaksanaan IPP Tahun 2018.

“Pertama untuk mengetahui postur dan perkembangan tingkat pemahaman masyarakat masyarakat Indonesia mengenai TPPU dan TPPT pada periode survei 2018 ini. Lalu postur serta perkembangan tingkat kesadaran masyarakat terhadap perilaku terindikasi di lingkungan sekitar,” bebernya.

Ketiga, lanjutnya, untuk mengukur tingkat keefektivan kinerja stakeholder rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme seperti Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), Badan Nasional Narkotika (BNN), hinggga lembaga lainnya selama 2017-2018.

“Dari penilaian yang disampaikan masyarakat tersebut, kami jadikan feedback kepada stakeholders dalam meningkatkan efektivitas upaya pencegahan serta pemberantasa TPPU maupun TPPT dalam berbagai bentuk program intervensi. Tujuannya agar mereduksi peluang atau risiko di kedua hal tersebut,” ucapnya.

Natsir melanjutkan, adapun yang keempat sebagai ukuran itu yakni pandangan dan rekomendasi akademisi maupun pakar terhadap peningkatan keektivan upaya pencegahan serta pemberantasan TPPU dan TPPT di Indonesia.

“Kelima, pandangan publik terhadap kecukupan regulasi per periode survei selama 2018. Lalu ada feedback dari publik terhadap upaya-upaya yang sedang dilakukan. Terakhir adalah secara tidak langsung bertujuan untuk mengedukasi masyarakat agar memiliki awareness terhadap segala risiko TPPU maupun TPPT,” ungkap Natsir.

Direktur Pemeriksanaan, Riset, dan Pengembangan PPATK Ivan Yustiavandana berharap, dari kegiatan yang dilakukan pihaknya bersama PT Surveyor Indonesia tersebut memperoleh dukungan dari berbagai pihak.

“Khususnya dalam hal ini adalah para kepala daerah, camat, lurah, kades, maupun masyarakat sebagai objek survei. Kami pun berkomitmen akan selalu menjaga kerahasiaan identitas responden dalam data serta informasi yang diberikan. Kami jamin tidak memiliki implikasi atau terjamin aman,” tandasnya.

Ivan menambahkan, dari pemahaman-pemahaman tersebut, dimaksudkan pula sebagai bentuk ukur good governance kementerian maupun lembaga strategis dalam mengimplementasikan program serta kebijakan Rezim Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme yang menjadi tugasnya.

“Dimana dapat kami simpulkan, partisipasi aktif semua pihak tersebut akan menjadi modal sosial sekaligus faktor penting terwujudnya rezim anti pencucian uang serta pendanaan terorisme yang efektif. Dan kami yakini itu,” tukas Ivan. (*)

 

Sumber: Tribun Jateng

Submit
Komentar (0)
Tinggalkan Komentar