Wawancara Wakil Kepala PPATK: Tindak Pidana Asal dan Tugas Fungsi Utama PPATK

| 0

Tindak pidana pencucian uang terkait erat dengan tindak pidana asal yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok. Perbincangan mengenai tren tindak pidana asal yang sering terjadi, serta pelaksanaan tugas dan fungsi utama PPATK, dijabarkan secara lengkap oleh Wakil Kepala PPATK Agus Santoso dalam wawancara berikut.

 

1. Dilihat dari tren selama Bapak memimpin, tindak pidana asal apa yang perlu menjadi perhatian dalam upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme?

Kalau sesuai dengan Undang-undang No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, kita ada 26 kejahatan yang ditangani, bahkan ada pasal yang menyebut kejahatan dengan hukuman 4 tahun ke atas. Tapi secara national interest kita ada 3 extraordinary crime, yaitu UU Anti Korupsi, UU Anti Narkoba, dan UU Anti Pendanaan Terorisme. Kenapa ini dikategorikan extraordinary crime? Karena ada agensi khusus yang menangani, seperti KPK, BNN, BNPT, Densus 88, dan PPATK. Selain itu kejahatan ini sifatnya organized. Kalau korupsi melibatkan anak buah, bahkan melibatkan tiga institusi baik itu eksekutif, legislatif yang mengatur anggaran dan ijon proyek, dan yudikatif. Yudikatif biasa main dengan hakim, jaksa, lapas, dan kita bisa lihat sedemikian masifnya. Terkait narkoba, di lapas masih bisa atur peredarannya. Berarti kan ada kongkalikong di dalamnya. Terkait terorisme, disebabkan pandangan radikal yang merusak. Ketiga tindak pidana ini merusak sendi kehidupan bernegara. Korupsi membuat Indonesia tidak bisa bersaing. Duduk di jabatan hanya berpikir menggerogoti uang negara. Narkoba memiliki jaringan internasional, merusak anak muda, merusak mental, merusak generasi muda. Membuat regenerasi kita terhambat. Terorisme merusak keutuhan bangsa. Ketiga tindak pidana asal ini ada tautannya. Korupsi biasanya juga ada tujuan untuk pembiayaan politik praktis, narkoba bisa berkembang menjadi narco-terrorism. Radikalisme bisa juga digunakan sebagai alat politik.

 

2. Garis besar pelaksanaan tugas di PPATK seperti apa selama Bapak memimpin?

Kerja di PPATK ada idealisme, yaitu menjaga negara ini. Kita jaga APBN, kita jaga sistem ekonomi, kita jaga keutuhan berbangsa dan bernegara dari ancaman narkoba, terorisme, seperti itu. Ke depan tugas PPATK ada lima. Pertama, pencegahan. Kedua, pemberantasan. Ketiga, memberikan rekomendasi. Keempat, melakukan seleksi pejabat. Kelima, membuat rezim comply dengan standar internasional. Tentu saja supporting juga penting, membangun SDM, membangun fasilitas kerja, membangun anggaran, good governance.

Terkait pencegahan, PPATK bisa melakukan sosialisasi, pelatihan, penilaian kepatuhan, memberikan sanksi, dan juga memberikan reward. Masih di sektor pencegahan, meski kita FIU kita juga termasuk regulator. Kalau di pemberantasan, PPATK itu intelijen. Sementara di aspek pencegahan, kita adalah regulator. Makanya kita harus selalu memberikan sosialisasi, bisa kepada pihak pelapor maupun masyarakat. Salah satu sosialisasi kepada masyarakat adalah melalui website, sebagai sarana penyampaian kepada masyarakat untuk mencegah. Bisa juga melalui media cetak, online, tv, film, kerjasama dengan perguruan tinggi, dan sebagainya. PPATK jelas tidak bisa bekerja sendiri, unit kita terlalu kecil.

Dari sisi pemberantasan, pimpinan PPATK harus mampu bekerjasama dengan penegak hukum. Kalau tidak bisa bekerjasama dan menjelaskan tentu akan sulit. Karena UU PPTPPU ini merupakan terobosan dari praktek Undang-undang Hukum Pidana. Dulu tidak ada asset recovery hanya memenjarakan. Tapi sejak UU No. 8 tahun 2010 diundangkan dan berlaku sejak 2011, kita sosialisasikan di kepemimpinan Pak Yusuf dan saya, sudah ada perkembangan. Saat saya mengisi seminar di Belanda, mereka kaget karena Indonesia dalam proses penghukuman koruptor sudah concern pada asset recovery. Ini membuat koruptor dihukum berat, dikenakan pengganti, dirampas, plus denda. Bahkan siapa yang ketetesan akan terkena Pasal 4 dan Pasal 5 UU Anti TPPU. Sekarang ini sudah bagus, baik itu di Kejaksaan, Kepolisian, BNN, KPK, dan sebagainya. Problemnya pimpinan tiap lembaga kan berganti. Tugas pimpinan PPATK ke depan tetap melaksanakan kesinambungan terhadap proses hukum yang sudah berjalan baik ini.

Mengenai rekomendasi, kita memang masih kurang. Kekurangannya terutama kita tidak punya unit riset makro. Sementara yang ada di kita adalah riset tipologi. PPATK ini kan Pusat Pelaporan, semua data ada di kita. Sudah disahkan juga PP No. 2 tahun 2016, kita punya power to access. Dalam rapat dengan AUSTRAC saya juga menekankan perlunya membangun unstructured data analysist. Walaupun ada data yang jelek atau apa, itu tetap harus bisa menjadi bahan analisis. Kemudian, kita juga harus memiliki Litbang. Kita bisa membuat riset yang membangun connectivity antara PPATK dengan sistem ekonomi. PPATK dapat laporan dari bank, maka apa yang bisa kita “kembalikan” pada perbankan, selain data individual saja. Kita memberikan sesuatu yang berupa tren, seperti misalnya dari IFTI kita bisa tahu berapa anak-anak Indonesia yang sekolah di luar negeri karena kita tahu tuition fee-nya dibayar ke negara mana saja. Kita tahu misalnya impor beras, impor daging sapi dari mana. Rekomendasi yang berhasil, yang kita rasakan sendiri manfaatnya adalah rekomendasi pada Kemenpan untuk melibatkan PPATK dalam seleksi pejabat strategis. Juga pada OJK agar kita diikutkan dalam proses seleksi. Sehingga PPATK selalu dilibatkan dalam seleksi pejabat tinggi.

Terkait hubungan dengan luar negeri, sebagus-bagusnya PPATK bekerja tapi tidak mengikuti standar luar negeri, yang kena dampak bukan PPATK, tapi Indonesia. Sebagus-bagusnya kita mengolah Laporan Hasil Analisis, Laporan Hasil Pemeriksaan, audit kepatuhan, dan sebagainya, tapi kita tidak memenuhi ketentuan standar internasional ya tetap saja masuk blacklist, baik itu terkait anti-money laundering, anti pendanaan terorisme, maupun tax amnesty. Kelihatannya ini tugas paling terakhir, tapi dampaknya justru untuk Merah Putih, langsung ke negara. Pimpinan PPATK berikutnya jelas harus concern dengan standar FATF. Saat ini saja saya emban dua jabatan di lingkup regional. Pertama saya sebagai co-chair subgroup ASEAN on AML/CFT. Kedua saya sebagai co-chair Regional Risk Assessment ASEAN dan Australia. Pimpinan PPATK ke depan harus memahami networking sangat penting. Tidak cukup membangun dengan country to country atau institution to institution. Kita harus membangun people to people. Jaringan people to people sangat penting. Kita sudah jadi leader di ASEAN, bahkan regional risk assessment kita adalah inisiatornya di dunia. Karena itulah saya minta siapapun pegawai PPATK yang ditugaskan maupun sekolah di luar negeri harus membangun jaringannya. PPATK sendiri kan punya jaringan di dunia seperti Egmont Group, APG, FATF, jadi sebenarnya kan akan ketemu dengan orang-orang yang sama. (HH/ES/TA)

Submit
Komentar (0)
Tinggalkan Komentar