PPATK Galang Komitmen Berantas Kejahatan Siber

| 0

Beberapa bulan lalu, Kejaksaan Negeri Serang menorehkan capaian gemilang dengan keberhasilan mengungkap perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berasal dari Argentina. Uang sejumlah Rp 40 miliar dirampas dan dikembalikan kepada negara. Uang tersebut dihasilkan dari serangkaian proses yang terjadi di Argentina dan dilanjutkan pembukaan sejumlah rekening di Indonesia dengan melibatkan beberapa warga negara Indonesia serta warga negara Nigeria.

Perkara tersebut hanya satu bagian kecil dari dinamika kejahatan siber yang makin sering muncul. Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae menyampaikan, PPATK telah menerima lebih dari 200 laporan transaksi keuangan yang terkait dengan segala jenis kejahatan siber. Hal ini menjadi suatu problema tersendiri, mengingat pendekatan untuk menanggulangi kejahatan siber belum ideal dan cenderung masih terlambat, yang mengakibatkan tingkat asset recovery terhadap tindak pidana siber masih rendah.

“Tidak bisa dipungkiri bahwa tindak pidana siber sangat rentan merusak reputasi Indonesia, karena menyeret berbagai nama warga negara Indonesia di dalamnya. Tanpa upaya meningkatkan komitmen mengatasinya, kredibilitas sistem ekonomi kita juga bisa rusak,” ujar Wakil Kepala PPATK.

Pernyataan Wakil Kepala PPATK tersebut disampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) Koordinasi Penanganan Kejahatan Siber yang Melibatkan Sindikat Internasional, Rabu, (21/8/2019). Dalam FGD ini, disampaikan data yang dimiliki PPATK berupa 422 pihak di Indonesia yang teridentifikasi sebagai rekening perantara atau penampungan aliran dana yang diduga terkait dengan penipuan. Total dana dari sekitar 140 negara yang masuk ke Indonesia diduga dari hasil penipuan menyentuh angka Rp1.034.000.000.000.

“Aliran dana yang masuk ke PPATK terkait kejahatan siber ini makin meningkat tiap tahunnya. Di tahun 2014, PPATK baru menerima 246 laporan, sementara di tahun 2018 sudah mencapai 4.526 laporan,” kata salah satu pemateri di FGD dari PPATK. Berbagai kejahatan siber yang ditangani oleh PPATK secara umum dikelompokkan ke dalam 4 modus, yaitu business email compromise, romance scam, penipuan jual beli online, dan penipuan investasi. PPATK sendiri telah menyampaikan 8 Hasil Analisis dan 17 Informasi yang disampaian kepada penegak hukum serta lembaga intelijen keuangan di berbagai negara terkait.

FGD menampung berbagai masukan guna penguatan komitmen pemberantasan kejahatan siber, seperti penerapan mekanisme public-private partnership, menyusun dan menerapkan Regulatory Technology (RegTech), serta percepatan pertukaran informasi antara Penyedia Jasa Keuangan, PPATK, Lembaga Pengawas dan Pengatur, serta aparat penegak hukum. Usulan lain yang dikemukakan meliputi langkah hukum yang tegas terkait praktik jual-beli rekening, standardisasi mekanisme pengembalian dana, hingga dibentuknya dinamic taskforce untuk mengawasi eksistensi money mules/smurfer/middlemen.

Di forum ini, PPATK juga memberi masukan dalam aspek pencegahan sekaligus pemberantasan kejahatan tindak pidana siber. Di aspek pencegahan, PPATK merekomendasikan penguatan implementasi Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ), mengevaluasi pola transaksi nasabah secara berkala, hingga penyusunan dan publikasi Watch List  kepada Penyedia Jasa Keuangan terkait rekening yang teridentifikasi digunakan untuk kejahatan siber. Sedangkan di aspek pemberantasan, PPATK antara lain merekomendasikan quick response penundaan transaksi dan pelaporan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan secara proaktif ketika menerima notifkasi dugaan terjadinya fraud, pemutusan hubungan usaha, pemblokiran rekening dan asset tracing oleh penyidik, hingga mengimplementasikan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan Perampasan Harta Kekayaan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang.

FGD terkait penanganan kejahatan siber ini turut melibatkan narasumber dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Set-NCB Interpol Indonesia, Grup Penanganan Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Otoritas Jasa Keuangan, dan Departemen Surveilans Sistem Keuangan Bank Indonesia. Peserta FGD ini melibatkan berbagai elemen terkait antara lain Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Kepolisian Daerah Metro Jaya. Kalangan industri perbankan dan penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB). (TA)

Submit
Komentar (0)
Tinggalkan Komentar