Wawancara Kepala PPATK: Perkembangan Kejahatan di Bidang Keuangan

| 0

Di zaman yang semakin maju, teknologi yang semakin canggih, dan ilmu pengetahuan yang terus berkembang, kejahatan di bidang keuangan bergerak semakin kompleks. Penggunaan instrumen kejahatan dengan metode konvensional semakin ditinggalkan. Di sisi lain, regulasi yang tersedia belum tentu memadai untuk mengatasinya. Kepala PPATK Dr. Muhammad Yusuf menjawab pertanyaan Tim Website PPATK terkait perkembangan kejahatan di bidang keuangan. Berikut petikan wawancara lengkapnya.

 

1. Mengapa kejahatan di bidang keuangan semakin berkembang?

Banyak stimulan dan faktor variabel penentunya. Ada sifat manusia yang tidak pernah puas, rakus, tidak beragama dengan baik, etika dia abaikan, dan rasa malu hilang. Akibatnya yang ada di benak mereka adalah nafsu ingin cepat kaya, menghalalkan segala cara. Dampaknya, setiap kejahatan di bidang keuangan makin canggih, makin kompleks dan juga makin sulit dilakukan pengungkapan. Peran PPATK di sini sangat penting, melalui aliran dana secanggih apapun orang berbuat pasti ada alasan, ada tujuan, ada motivasi kenapa dia berbuat jahat. Orang berbuat jahat prinsipnya ada tiga penyebabnya, pertama masalah ideologi contohnya terorisme, yang kedua masalah pribadi seperti kasus pembunuhan, yang ketiga motivasi ingin mendapatkan uang. Yang ketiga ini masih menjadi yang paling dominan.

 

2. Adakah terobosan yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan penegakan hukum di bidang kejahatan keuangan?

Yang pertama, yang perlu dikedepankan itu prinsip teori progresif seperti yang dipaparkan Satjipto Rahardjo. Artinya penegak hukum harus mampu menerjemahkan, must be beyond of the common sense. Menegakkan hukum itu harus dengan strategi, tujuan, alasan dan manfaat luar biasa. Ketika seseorang melakukan kejahatan, selama ini yang ada di benak penegak hukum itu bagaimana timbul efek penjeraan dan pencegahan, sehingga orientasi selalu pada sanksi pidana yang berat.

Saya melihat ini tidak cukup. Harus ditambah instrumen berikutnya yaitu pemiskinan. Sepanjang masih punya uang, masih punya modal, masih ada kesempatan bagi pelaku untuk mempengaruhi saksi, membayar ahli, dimana seharusnya ahli menyampaikan pendapat sesuai dengan kompetensinya, tapi justru saat ini ahli akan berpendapat sesuai dengan pendapatan. Dengan uang, seseorang juga bisa mempengaruhi penegak hukum. Pasca penuntutan pidana pun dia masih melobi oknum-oknum tertentu hingga dapat pembebasan bersyarat, remisi, bebas keluar, dan sebagainya. Karena itulah konsep pemiskinan perlu dikedepankan.

Yang ketiga, tidak cukup juga dengan sanksi berat dan pemiskinan, perlu ditambahkan lagi supaya membekas dalam dirinya, keluarganya, masyarakat, yaitu naming and shaming, dipermalukan. Contoh naming and shaming misalnya dulu zaman Sukarton Marmosurjono buronan ditayangkan di televisi. Mungkin yang perkara-perkara berat perlu juga ditayangkan selama dua minggu di televisi, apakah pada acara spesifik tertentu atau pada berita, disebut namanya sehingga dia malu. Kalau dia tidak buron bagaimana? Disamping ditayangkan di media, ditambah juga hukuman kerja sosial. Ditulis di bajunya, terpidana korupsi, dan dia ditugaskan menyapu jalan. Itu dibunyikan dalam putusan hakim dan dijadikan variabel untuk bisa atau tidak dia mendapat remisi. Maka konsepnya, pemidanaan yang membuat pelaku menjadi kapok, bagi yang belum berbuat menjadi takut.

 

3. Apakah tujuan dari berbagai upaya terobosan penegakan hukum seperti yang Bapak sebutkan tadi?

Ada dua tujuannya, pertama represif karena perbuatannya. Dari represif ini lahirlah yang kedua yaitu efek cegah, yaitu kepahaman manusia dan ketakutan manusia bahwa kalau perbuatan pidana dilakukan ada sanksinya.

 

4. Adakah instrumen yang dilakukan oleh PPATK dalam rangka pencegahan?

Ada, memang PPATK tidak bisa bermain di hilir. Dari sisi PPATK, centre of gravity itu salah satunya adalah uang, maka perlu diatur bagaimana uang itu tidak bebas digunakan untuk perbuatan-perbuatan yang membuat orang bisa disuap, jadi sarana mempengaruhi penegak hukum, membayar agar dapat pengurangan hukuman, dsb. maka perlu dilakukan pengawasan terhadap peredaran uang, artinya perlu ada pembatasan transaksi tunai. Kedua, perlu juga dibuat atau diamandemen Undang-undang tentang Lalu Lintas Devisa. Sehingga uang yang keluar-masuk tercatat, diketahui tujuannya apa. Ketiga, perlu update terhadap KYC (Know Your Customer) yang ada di perbankan. Kemudian yang berikutnya perlu ada illicit enrichment act, undang-undang tentang penindakan terhadap penambahan kekayaan secara tidak wajar. Konsep yang terakhir ini supaya pelaku kejahatan tidak membuat negara repot, karena kalau memenjarakan orang kan negara menanggung makan, hidup, dan sebagainya. Untuk illicit enrichment cukup dirampas asetnya saja tanpa perlu dipenjarakan. Di samping itu, dalam tataran yang bersifat komunal sosial, perlu ada sosialisasi, pencerahan, pengajian, oikumene, apapun itu namanya. Dibangun juga budaya malu, yang bisa dibangun apabila ada suri tauladan. Maka pimpinan PPATK harus bisa menjadi contoh, baik dari segi kedisiplinan, kesederhanaan, keterbukaan, integritas, keberanian, bahkan mau dan sanggup untuk terkucilkan karena berpihak pada kebenaran.

 

5. Dari sekian banyak tindak pidana asal, yang mana yang akan terus berkembang menurut Bapak?

Pertama kita mesti membangun suatu komitmen bahwa semua kejahatan atau tindak pidana itu jahat, harus dicegah. Tapi karena kapasitas kita juga terbatas, anggaran terbatas, network juga terbatas, tentu ada skala prioritas. Saya melihat yang perlu diwaspadai ada beberapa tindak pidana. Dari segi aparatur, ada kejahatan korupsi, termasuk didalamnya ada penyelundupan, illegal fishing, illegal mining, lingkungan hidup, pokoknya yang berhubungan dengan aset dan kepentingan negara itu perlu dijadikan prioritas. Yang kedua, kejahatan yang mengancam, seperti terorisme, narkoba. Ada lagi seperti judi yang merusak moral bangsa. Kemudian trafficking dan perlu juga diwaspadai kejahatan imigrasi. (HH/ES/TA)

Submit
Komentar (0)
Tinggalkan Komentar