Penilaian Risiko Indonesia terhadap Tindak Pidana Pendanaan Terorisme Tahun 2015

| 0
S ebagai bagian dari sistem hubungan internasional, Indonesia menjadi bagian dari gerakan global anti pencucian uang dan anti pendanaan terorisme di dunia karena setiap aksi yang terjadi dalam skala Internasional dapat berdampak bagi negara Indonesia begitu juga dengan sebaliknya. Untuk itulah mengapa lembaga-lembaga internasional seperti halnya Financial Action Task Force (FATF) begitu peduli terhadap pelaksanaan rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia, karena tindak pidana pencucian uang dan khususunya tindak pidana terorisme dapat mempengaruhi stabilitas politik dan keamanan di suatu negara yang tentunya juga akan mempengaruhi faktor ekonomi dan sosial di negara tersebut. Pendanaan terorisme dan pencucian uang menjadi perbuatan yang erat kaitannya sebab para pelaku terorisme berupaya untuk menyelamatkan harta kekayaan agar harta tersebut tidak dibekukan, namun demikian ada kalanya harta kekayaan hasil pendanaan terorisme tidak berasal dari tindak pidana, melainkan dari hasil kegiatan yang legal yang tidak perlu dilakukan upaya pencucian uang. Sejalan dengan rekomendasi FATF No. 1 mengenai perlunya setiap negara untuk melakukan penilaian berbasis risiko terhadap tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme serta didasarkan kepada kebutuhan untuk mengukur risiko khususnya mengenai tindak pidana pendanaan terorisme, maka PPATK yang tergabung dalam tim NRA Indonesia bersama dengan Apgakum dan instansi penanganan tindak pidana terorisme dan pendanaan terorisme yang meliputi Densus 88 Anti Teror Kepolisian RI, Satuan Tugas Penanganan Perkara Tindak Pidana Terorisme dan Tindak Pidana Lintas Negara Kejaksaan Agung RI, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme RI dan Mahkamah Agung RI/Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah melakukan kegiatan penilaian risiko nasional (NRA) terhadap tindak pidana pendanaan terorisme. Loading...