PENCUCIAN UANG DALAM PRISMA KEJAHATAN

| 0

Sumber foto : Istimewa

 

Berbicara mengenai kejahatan tidak lepas kaitannya dengan keterlibatan pelaku, korban dan reaksi masyarakat itu sendiri. Definisi mengenai kejahatan tentunya sangat relatif dan hanya absolut menurut hukum yang berlaku. Namun demikian, seringkali definisi kejahatan oleh individu hanya terbatas pada perilaku yang merugikan orang lain secara langsung dan nyata secara empiris. Berdasarkan hal tersebut, banyak perilaku yang sejatinya merupakan kejahatan serta merugikan banyak pihak meskipun tidak secara langsung, namun belum dianggap sebagai suatu hal yang memberikan kerugian besar. Salah satu bentuknya adalah kejahatan pencucian uang yang dewasa ini sering terjadi. Pencucian uang merujuk pada proses mengaburkan atau menyembunyikan asal-usul harta kekayaan yang berasal dari hasil kejahatan. Individu yang terlibat di dalamnya pun seringkali disebut dengan dark figure, karena sifat kejahatannya yang sulit terungkap. 

Pencucian uang, dalam tataran kriminologis dapat dijelaskan sebagai bagian dari prisma kejahatan.  Prisma kejahatan yang digagas oleh Lanier dan Henry (1998) dapat menjelaskan secara implisit mengenai kejahatan yang hanya tampak secara langsung. Prisma ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian atas menjelaskan kejahatan yang terlihat, seperti kejahatan jalanan, sedangkan bagian bahwa menjelaskan kejahatan yang dilakukan oleh pihak yang abstrak, seperti organisasi, korporasi, pemerintah serta pihak-pihak yang tidak teridentifikasi secara langsung. Penempatan kejahatan pada tingkat-tingkat tertentu, dilihat dari hubungan antara bentuk kerugian, respon hukum, korban dan reaksi sosial masyarakatnya. Semakin banyak faktor yang diperhitungkan, dan ketika nilainya semakin kuat mempengaruhi, maka satu perilaku tersebut masuk pada bagian yang paling mengerucut atau meningkat, dan dianggap serius. Sementara itu, ketika satu perilaku tidak menghasilkan satu dampak yang signifikan pada beragam faktor tadi, perilaku tersebut akan menempati tingkatan yang lebih bawah. Seperti misalnya korupsi serta pencucian uang, yang tidak memberikan dampak langsung, tetapi sangat signifikan merugikan bagi orang banyak. Walaupun pada posisi kerugian cenderung tinggi, namun pencucian uang ada pada posisi terbawah pada prisma kejahatan. dengan kata lain, jenis kejahatan ini seringkali tidak dilihat sebagai suatu yang memerlukan urgensi untuk diselesaikan. Selain itu, bagian bawah prisma kejahatan juga disebut sebagai bentuk dari invisible crime dimana kejahatan yang terjadi relatif tidak terlihat dan dilakukan oleh orang dengan kekuasaan.

 

 

Gambar 1. Prisma Kejahatan

 
 

 

 

Lanier dan Henry (1998)

Berkaitan dengan prisma kejahatan, pencucian uang itu sendiri merupakan bentuk dari invisible crime yang dijelaskan pada bagian bawah prisma. Pada tingkat lebih rendah, kejahatan tidak terlihat (invisible crime) secara tidak langsung merugikan banyak orang dalam periode waktu yang lama. Dampak dari jenis kejahatan yang tersembunyi ini tidak secara langsung dirasakan sehingga reaksi masyarakat justru semakin berkurang. Hal ini dikarenakan banyak korban yang tidak menyadari bahwa mereka merasakan kerugian dan sejatinya mereka adalah korban dari tindakan tersebut. Kesimpulan singkat dari prisma kejahatan didasari salah satunya oleh persetujuan sosial yang merupakan puncak dari prisma kejahatan. Persetujuan sosial berkaitan dengan sikap apatis atau kepedulian sosial terhadap kejahatan.

Sejatinya dampak dari pencucian uang cukup besar dan meluas. Tindakan pencucian uang memberikan pengaruh bagi stabilitas ekonomi negara. Pertama, aktivitas tersebut mengganggu sektor swasta yang sah.  Pelaku pencucian uang yang menyamarkan hasil kejahatannya dalam struktur  bisnis yang sah seperti perhotelan, umumnya tidak bertujuan untuk menginvestasikan harta kekayaannya, namun hal tersebut dilakukan hanya untuk menyembunyikan hasil dari tindak kejahatannya. Sehingga pemilik bisnis berani untuk menawarkan harga yang jauh lebih rendah dibandingkan harga pasaran. Hal tersebut menjatuhkan sektor swasta lain dan berdampak pada kebangkrutan bagi sektor swasta dalam bidang bisnis yang sama. Kedua, bila pelaku kejahatan berhasil mencuci uang hasil kejahatannya, dia dapat menikmati kekayaan yang dihasilkan ataupun digunakan untuk mengembangkan kejahatan dan organisasi kejahatannya. Maka dari itu pencucian uang melanggengkan aksi kejahatan yang jauh lebih besar lagi. Selanjutnya, pencucian uang dapat menciptakan distorsi ekonomi, dan menyulitkan otoritas moneter dalam mengendalikan jumlah uang yang beredar. Terakhir, aktivitas pencucian uang berdampak pada meningkatnya biaya sosial negara yang digunakan untuk menangani pelaku.

Oleh karena dampaknya yang cukup besar, dibutuhkan perhatian lebih dari semua pihak termasuk masyarakat. Perhatian yang diberikan secara masif, dapat membantu pengungkapan tindak pidana pencucian uang. Respon yang diberikan sejatinya akan mencerminkan bagaimana pentingnya pola reaksi masyarakat, terhadap keberhasilan penegakan hukum yang berlaku. Hal tersebut sejalan dengan bagaimana prisma kejahatan memandang jenis kejahatan yang ada di masyarakat. Melalui meningkatnya reaksi masyarakat, dapat menghasilkan persetujuan sosial terkait tindak pidana pencucian uang. Jika hal tersebut mampu diwujudkan dengan baik, maka visibilitas TPPU akan secara berangsur mengalami perubahan posisi di dalam prisma kejahatan.

 

Referensi:

Lanier, Mark. M., & Stuart Henry. (2010) Essential Criminology. Philadelphia: Westview Press

Kumar, Vandana Ajay. (2012). Money Laundering: Concept, Significance and its Impact. European Journal of Business and Management  

Mustofa, M. (2010). Kriminologi: Kajian Sosiologis Terhadap Perilaku Menyimpang an Pelanggaran Hukum. Bekasi: Sari Ilmu Pratama.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Modul  E-Learning 1: Pengenalan Anti Pencucian Uang. Diakses melalui https://elearning.ppatk.go.id, pada 17 Juli 2019.

Simpson, S. S. (2002). Corporate Crime, Law and Social Control. Cambridge: Cambridge University Press.          

Penulis : 

Alfa N; Mawar S; Putri R

Mahasiswa Universitas Indonesia

Submit
Komentar (0)
Tinggalkan Komentar