Publik Bicara Pencucian Uang

| 0

PPATK meluncurkan Indeks Persepsi Publik tentang Anti-pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme di Auditorium Yunus Husein PPATK dengan menampilkan pembicara dari berbagai stakeholder (Foto: Vanni Mulyadi)

 

JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merilis laporan hasil Indeks Persepsi Publik mengenai Anti-pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme (IPP APUPPT) tahun 2018. Dalam diseminasi hasil IPP APUPPT tersebut, turut hadir beberapa pejabat dan perwakilan dari instansi pemerintah lainnya seperti Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, serta para akademisi dari sejumlah universitas di Indonesia, seperti Universitas Gadjah Mada, Universitas Sumatera Utara, dan Universitas Sriwijaya selaku perwakilan dari tim ahli dalam penyusunan laporan IPP APUPPT.

Rangkaian acara diseminasi yang dihelat di Auditorium Yunus Husein PPATK, Selasa (18/12), diawali dengan laporan dari Direktur Pemeriksaan, Riset, dan Pengembangan PPATK Ivan Yustiavandana, selaku ketua tim penyusun laporan IPP APUPPT tahun 2018. Dalam kesempatan itu, beberapa poin yang disampaikan yaitu adanya peningkatan pemahaman masyarakat terhadap praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta terjadinya pergeseran tren pencucian uang saat ini melalui transaksi antaranegara dengan menggunakan sistem yang lebih kompleks, dengan istilah money laundering 4.0. Istilah ini mengacu pada praktik transaksi yang dilakukan dengan menggunakan fasilitas rekening di negara lain atau yang lebih dikenal dengan offshore account.

Money laundering 1.0 adalah orang yang bergerak, dilanjutkan money laundering 2.0 orang bertemu komputer. Money laundering 3.0 adalah orang bertemu komputer namun beda yurisdiksi, dan kini money laundering 4.0 bersifat offshore to offshore,” jelas Ivan, seraya menambahkan hal ini menjadi suatu tantangan bagi PPATK dalam tugasnya mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT).

Pemaparan selanjutnya disampaikan oleh Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, yang menjelaskan bahwa survei IPP APUPPT dilakukan untuk mengukur sejauh mana pemahaman masyarakat mengenai pencucian uang dan pendanaan terorisme. “IPP APUPPT merupakan visualisasi dari apa yang selama ini telah kita lakukan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT di Indonesia dari sudut pandang masyarakat Indonesia,” katanya.

Adapun implementasi penilaian tingkat kesadaran masyarakat melalui survei IPP APUPPT menjadi salah satu upaya yang dilakukan PPATK untuk mengevaluasi hasil penilaian risiko terhadap praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme.

“Untuk memonitor tindak lanjut atas rekomendasi representasi pokok National Risk Assessment on Money Laundering dan Terrorist Financing (NRA), diperlukan suatu alat ukur yang dapat menjadi monitoring tools berkaitan dengan hal tersebut,” lanjut eks Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan ini.

Sebagai tambahan informasi, NRA merupakan laporan hasil penelitian yang dipublikasikan oleh PPATK mengenai penilaian risiko dari pencucian uang dalam ruang lingkup nasional. Oleh karena itu, PPATK perlu untuk melakukan sosialisasi terhadap masyarakat guna menjalankan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang.

Berdasarkan rilis hasil survei IPP APUPPT, diketahui bahwa terjadi kenaikan skor pemahaman masyarakat terhadap rezim APUPPT di tahun 2018 menjadi 5,46 dari sebelumnya 5,31 di tahun 2017 dan skor 5,21 di tahun 2016.

“Hasil penilaian persepsi ini sekaligus menjadi petunjuk secara tidak langsung mengenai apa yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia terhadap iklim pengawasan dan penegakan hukum di Indonesia,” terangnya.

Meskipun tingkat pemahaman masyarakat terhadap praktik pencucian uang mengalami kemajuan, Kepala PPATK menilai masih banyak perbaikan yang perlu dilakukan dalam mengoptimalkan peran dan tugas PPATK, khususnya dalam penanganan tindak pidana pendanaan terorisme.

“Publik menilai, tingkat efektivitas kinerja pencegahan dan pemberantasan lebih baik pada penanganan tindak pidana pencucian uang, dibandingkan dengan penanganan tindak pendanaan terorisme,” imbuhnya.

Di akhir, Kepala PPATK mengapresiasi dukungan dari berbagai stakeholder rezim APUPPT dan pemerintah Indonesia serta mengharapkan kerja sama yang lebih baik di masa yang akan datang.

“Semoga dengan disampaikannya IPP APUPPT tahun 2018 ini, pemerintah dan stakeholders diharapkan dapat melaksanakan program kerja untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyaralat agar dapat lebih memahami risiko terhadap TPPU dan TPPT di wilayahnya,” ajak Kepala PPATK. (Ichsan).

Submit
Komentar (0)
Tinggalkan Komentar