Peran PPATK dalam Memerangi Pendanaan Terorisme di Kawasan Regional

| 0

Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menjadi Keynote Speaker dalam kegiatan Workshop yang diselenggarakan oleh Universitas Pertahanan di Bogor, Selasa (28/8) (Foto: Vanni Mulyadi)

 

BOGOR -- Guna melakukan deteksi dini terhadap aksi pendanaan terorisme di kawasan regional, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menginisiasi penyusunan Penilaian Risiko Regional (Regional Risk Assessment / RRA) bersama lembaga intelijen keuangan dari berbagai negara lainnya guna mengetahui kerentanan, ancaman, dan dampak pendanaan terorisme di kawasan Asia Pasifik selama periode 2013 hingga tahun 2015. Hal ini disampaikan oleh Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin saat menjadi Keynote Speaker dalam kegiatan Track II NADI Workshop yang diselenggarakan oleh Universitas Pertahanan, Selasa (28/8) dengan tema "Strengthening ASEAN Defense Cooperation in order to Control Transnational Crimes in Southeast Asia" bertempat di Hotel Salak The Heritage, Bogor.

"Penyusunan RRA mengacu pada standar yang ditetapkan oleh FATF selaku organisasi internasional anti-pencucian uang dan juga Penilaian Risiko Nasional yang telah disusun masing-masing negara," kata Kepala PPATK.

Kepala PPATK menambahkan, bahwa cakupan penilaian dalam RRA meliputi perolehan dana (kegiatan legal dan ilegal), pergerakan dana (melalui bank dan non-bank), dan penggunaan dana (langsung dan tidak langsung).

PPATK juga menjadi motor penyelenggaraan forum internasional yang membahas mengenai anti-pendanaan terorisme yang dikenal dengan The Counter-Terrorism Financing Summit (CTF Summit) bersama dengan lembaga intelijen keuangan Australia (AUSTRAC). Penyelenggaraan CTF Summit telah memasuki tahun keempat, dengan Australia, Indonesia, dan Malaysia menjadi host di tahun 2015 hingga 2017. The 4th CTF Summit akan diselenggarakan di Bangkok, Thailand, pada November 2018.

"CTF Summit berhasil menjadi forum yang efektif dan berkelanjutan, dimana negara-negara yang terlibat berhasil mengoptimalkan kolaborasi dan berbagi informasi untuk mengidentifikasi dan melawan ancaman dari praktik pendanaan terorisme," lanjut eks Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan itu.

"Peran teknologi informasi juga berhasil dioptimalkan dalam mengidentifikasi dan memutus rantai aliran pendanaan terorisme," ujarnya.

Salah satu tindak lanjut CTF Summit yang paling konkret adalah pelaksanaan program Multilateral Analyst Exchange Program, yang melibatkan personel lembaga anti-pencucian uang dari Indonesia (PPATK), Australia (AUSTRAC), Malaysia (Bank Negara Malaysia/BNM), dan Filipina (Anti-Money Laundering Council / AMLC). Salah satu tujuan yang disasar dalam program ini adalah mengurai jaringan afiliasi ISIS di wilayah domestik dan menindaklanjutinya dengan berkoordinasi dengan penegak hukum di tiap-tiap negara.

Kegiatan Track II NADI Workshop ini melibatkan peserta dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Laos. (ABW/TA)

Submit
Komentar (0)
Tinggalkan Komentar