Bank Indonesia Melarang Penggunaan Mata Uang Virtual

| 0

Ilustrasi jenis-jenis mata uang virtual (Foto: dreamstime.com)

 

JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menegaskan kembali larangan penggunaan mata uang virtual, baik dalam bentuk penjualan, pembelian, maupun perdagangan dengan mata uang tersebut. Hal tesebut diungkapkan diungkapkan Direktir eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Agusman, Kamis di Jakarta saat membuka acara Kebijakan Bank Indonesia Terkait Virtual Currency dengan para anggota Bakohumas.

‘’ Yang memiliki virtual currency (bit coin) sangat beresiko karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab,’’ kata Agusman. Disamping  tidak ada otoritas yang menaungi kegiatannya, mata uang virtual juga tidak memiliki administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga mata uang virtual tersebut, serta nilai perdagangan yang sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap sejumlah risiko.

Asisten Deputi Direktur Eksekutif Departemen Sistem Pembayaran Bank Indonesia  Susiati Dewi  menjelaskan virtual currency rawan untuk dimanfaatkan untuk pencucian uang dan pendanaan terorisme.’’ Virtual currency akan mempengaruhi sistem keuangan dan merugikan masyarakat. Walapun ada sisi menggiurkan dan ada sisi merugikannya,’’kata Susi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang,  mata  uang yang resmi beredar dan dipakai di Indonesia adalah rupiah .’’ Jadi  potensi fraud nya virtual currency (bitcoin) sangat rentan  karena tidak regulatornya,’’ujar Susi.

Sebelumnya di tahun 2014, Bank Indonesia telah melakukan pemberitahuan mengenai virtual currency  yang bukan merupakan mata uang dan di awal tahun 2018 kemarin BI kembali menegaskan jika virtual currency   berpotensi menjadi buble di di sistem pembayaran. BI sebagai otoritas sistem pembayaran melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran, baik itu prinsipal, penyelenggara switching, kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penerbit, acquirerpayment gateway, dompet elektronik, serta transfer dana untuk memproses pembayaran dengan mata uang virtual. Larangan yang sama juga berlaku bagi penyelenggara teknologi finansial atau fintech di Indonesia, baik bank dan lembaga selain bank. Hal ini sudah diatur sebelumnya melalui Peraturan Bank Indonesia 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Bank Indonesia sebagai otoritas di bidang Moneter, Stabilitas Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran senantiasa berkomitmen menjaga stabilitas sistem keuangan, perlindungan konsumen dan mencegah praktik-praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme. (rtp)

 

Bank Indonesia (BI) menegaskan kembali larangan penggunaan mata uang virtual, baik dalam bentuk penjualan, pembelian, maupun perdagangan dengan mata uang tersebut. Hal tesebut diungkapkan diungkapkan Direktir eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Agusman, Kamis di Jakarta saat membuka acara Kebijakan Bank Indonesia Terkait Virtual Currency dengan para anggota Bakohumas.

‘’ Yang memiliki virtual currency (bit coin) sangat beresiko karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab,’’ kata Agusman. Disamping  tidak ada otoritas yang menaungi kegiatannya, mata uang virtual juga tidak memiliki administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga mata uang virtual tersebut, serta nilai perdagangan yang sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap sejumlah risiko.

Asisten Deputi Direktur Eksekutif Departemen Sistem Pembayaran Bank Indonesia  Susiati Dewi  menjelaskan virtual currency rawan untuk dimanfaatkan untuk pencucian uang dan pendanaan terorisme.’’ Virtual currency akan mempengaruhi sistem keuangan dan merugikan masyarakat. Walapun ada sisi menggiurkan dan ada sisi merugikannya,’’kata Susi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang,  mata  uang yang resmi beredar dan dipakai di Indonesia adalah rupiah .’’ Jadi  potensi fraud nya virtual currency (bitcoin) sangat rentan  karena tidak regulatornya,’’ujar Susi.

Sebelumnya di tahun 2014, Bank Indonesia telah melakukan pemberitahuan mengenai virtual currency  yang bukan merupakan mata uang dan di awal tahun 2018 kemarin BI kembali menegaskan jika virtual currency   berpotensi menjadi buble di di sistem pembayaran. BI sebagai otoritas sistem pembayaran melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran, baik itu prinsipal, penyelenggara switching, kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penerbit, acquirerpayment gateway, dompet elektronik, serta transfer dana untuk memproses pembayaran dengan mata uang virtual. Larangan yang sama juga berlaku bagi penyelenggara teknologi finansial atau fintech di Indonesia, baik bank dan lembaga selain bank. Hal ini sudah diatur sebelumnya melalui Peraturan Bank Indonesia 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Bank Indonesia sebagai otoritas di bidang Moneter, Stabilitas Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran senantiasa berkomitmen menjaga stabilitas sistem keuangan, perlindungan konsumen dan mencegah praktik-praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme. (rtp)

Submit
Komentar (0)
Tinggalkan Komentar