Sinergi Kehumasan Pemerintah Hadapi Mutual Evaluation Review

| 0

JAKARTA -- Menjelang asesmen yang dilakukan oleh Asia/Pacific Group on Money Laundering (APG) pada November 2017, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menggelar rapat koordinasi yang melibakan humas lembaga pemerintah dari instansi terkait. Turut hadir dalam rapat koordinasi ini humas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Koordinator Bidang Hukum Politik dan Keamanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI.

Rapat dipimpin oleh Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae yang mengangkat urgensi soliditas stakeholders, dalam hal ini kehumasan lembaga pemerintah dalam menghadapi Mutual Evaluation Review (MER) yang dilaksanakan oleh APG. Pengalaman yang dilakukan oleh Malaysia dan Singapura dalam menghadapi MER bisa menjadi contoh.

"Kita bisa belajar dari negara tetangga kita, yang begitu concern menggelar kampanye, sosialisasi, dan edukasi secara masif ke masyarakat mengenai dampak negatif pencucian uang dan pendanaan terorisme. Kampanye anti pencucian uang bisa ditemukan dengan mudah di ruang publik seperti bandara. Ketika awareness masyarakat sudah tergugah, maka penilaian dari asesor juga akan mempengaruhi. Aspek penilaian yang dinilai selain regulasi dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, juga pelaksanaan di lapangan yang tentu akan diperkuat dengan opini positif masyarakat terhadap kerja kita bersama dalam mencegah dan memberantas pencucian uang dan pendanaan terorisme." urai Wakil Kepala PPATK.

Wakil Kepala PPATK juga menekankan akibat fatal bila Indonesia gagal meraih penilaian positif saat MER dilaksanakan kelak. Penilaian negatif dari APG bisa berakibat pada kembali dimasukkannya Indonesia ke dalam public statement, atau yang lebih akrab disebut dengan 'blacklist' dari Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF).

"Blacklist dari FATF akan berdampak pada terganggunya transaksi perdagangan dan iklim investasi di negara kita. Blacklist membuat kita ditempatkan sebagai negara yang berisiko dalam sistem keuangan internasional. Ini tentu hal yang tidak kita harapkan. Sinergi antar instansi, kesamaan pandangan, serta dukungan positif dari masyarakat menjadi syarat agar penilaian Indonesia baik oleh asesor APG." tutur Waka PPATK.

Rapat koordinasi berlangsung dengan dinamis, dimana setiap perwakilan instansi menunjukan keterbukaan dan kesediaan untuk turut berkontribusi dalam proses sosialisasi, edukasi, dan kampanye terkait anti pencucian uang dan pendanaan terorisme. Detil dari pelaksanaan sosialisasi, edukasi, dan kampanye akan ditindaklanjuti dalam rapat-rapat teknis berikutnya. (TA)

Submit
Komentar (0)
Tinggalkan Komentar