Australia Dukung Indonesia Jadi Anggota FATF

| 0

Foto Bersama Menkopolhukam RI Wiranto, Minister for Justice Australia Michael Keenan, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, dan CEO AUSTRAC Paul Jevtovic selepas penandatanganan kerjasama PPATK-AUSTRAC Partnership Program 2017 (Sumber foto: PPATK)

 

JAKARTA -- Menteri Kehakiman Australia Michael Keenan secara eksplisit menyampaikan dukungan pada Indonesia terkait proses menuju anggota Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). Bagi Australia, Indonesia dianggap sebagai mitra strategis dalam penanggulangan isu tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.

"Saya pernah menyampaikan kepada Menkopolhukam RI saat kegiatan Counter-Terrorism Financing Summit (CTF Summit) di Bali tahun 2016 lalu bahwa pasca kegiatan ini, kerjasama RI-Australia terkait isu APUPPT akan makin intensif." ujar Keenan.

Lebih jauh, Keenan menyampaikan apresiasi atas leadership yang ditunjukan Indonesia di regional Asia Pasifik, juga menyanjung capaian Indonesia dalam meredam dan mengungkap berbagai aksi terorisme.

Senada dengan Keenan, CEO Australian Transaction Reports and Analysis Centre (AUSTRAC) Paul Jevtovic menyampaikan dukungannya. Baginya, kerjasama dengan Indonesia berjalan dengan sangat positif. Indonesia menunjukan peran sentralnya ketika proses penyusunan Regional Risk Assessment on Terrorist Financing (RRA-TF) bersama dengan sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara.

"Indonesia jelas merupakan mitra strategis kami. Ada proses saling belajar dan saling memahami dengan baik antara kedua belah pihak. Bagi saya, AUSTRAC belajar banyak dari PPATK, sama halnya dengan PPATK yang belajar banyak dari AUSTRAC," tutur Jevtovic.

Terkait dengan proses menuju keanggotaan FATF, Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri menyampaikan bahwa hal itu sangat dimungkinkan, mengingat hanya Indonesia sebagai negara anggota G-20 yang belum menjadi anggota FATF. Namun, untuk menuju kearah sana tetap harus melalui proses yang berujung pada keluarnya Keputusan Presiden untuk memutuskan bergabungnya Indonesia ke dalam suatu organisasi internasional.

"Untuk memproses keanggotaan dalam suatu organisasi internasional, ada Pokja yang menanganinya. Anggota Pokja terdiri atas Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Sekretariat Negara, dan Sekretariat Kabinet. Ada banyak hal yang dipertimbangkan tentunya, sebelum akhirnya Kepres itu terbit." imbuh Hasan.

Ia menambahkan bahwa saat ini sebenarnya Indonesia memenuhi syarat untuk menjadi anggota FATF, bila dilihat dari ukuran GDP, besarnya populasi, serta taatnya Indonesia dengan standar perbankan internasional.

"Kita pernah mendapat predikat public statement, sejenis blacklist dari FATF karena dinilai tidak memenuhi ketentuan yang direkomendasikan oleh FATF. Karena tidak menjadi anggota, selama ini kita hanya sekedar mengikuti. Namun dengan kita menjadi anggota FATF kelak, kita bisa ikut berunding dan bernegosiasi mengenai norma dan standar FATF," urainya. (TA)

Submit
Komentar (0)
Tinggalkan Komentar