Siaran Pers Konferensi Pers Kepala dan Wakil Kepala PPATK

| 0

PRIORITAS PROGRAM KERJA PPATK DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Awal tahun, merupakan langkah awal dalam menapaki tahun 2017. Dengan semangat tinggi   Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terus menyalakan harapan, menumbuhkan lagi cita-cita, dan merumuskan lagi agenda sebagai panduan dalam bekerja, bekerja, dan bekerja untuk menumbuhkembangkan hal-hal terbaik bagi bangsa dan negara. Pepatah Romawi mengatakan : crescit in cundo, bertumbuh selagi berjalan.

Perjumpaan kita dengan hidup dan kehidupan, semakin hari semakin diyakinkan bahwa gerak, dinamika dan perubahan-perubahan adalah bagian dari keduanya. Menyikapi hal ini, kita dituntut untuk dapat melakukan adaptasi setiap saat dalam menjalaninya. Dalam arti yang lebih luas, perubahan adalah esensi dan pertanda kehidupan itu sendiri.

Pemimpin baru, dengan semangat dan pandangan baru merupakan bagian dari perubahan dan dinamika yang terjadi di PPATK serta tuntutan perkembangan kemajuan dibidang ekonomi dan informasi. Dinamika juga terjadi dalam perkembangan pelaku tindak kejahatan yang terjadi mengasah kita agar selalu awas terhadap perkembangan yang terjadi.  Modus-modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku tindak pidana pencucian uang terus berkembang mengambil celah agar sulit terlacak. Trend kejahatan tindak pidana asal dan tindak pidana pencucian uang terus bergerak dan berkembang sesuai dengan perkembangan ekonomi dan teknologi, hal ini diadopsi pelaku kejahatan agar aktifitasnya sulit ditrasir oleh aparat penegak hukum.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh Pemimpin PPATK dalam Tahun 2017 ini, antara lain  adalah sebagai berikut :

INTERNAL

Pertama, PPATK sedang menyiapkan langkah-langkah perbaikan terkait dengan Reformasi Birokrasi, diantaranya dengan melakukan penyusunan Roadmap Reformasi Birokrasi 2015 – 2019, evaluasi struktur organisasi dan tata kerja, pengembangan pegawai berbasis kompetensi, serta peningkatan layanan PPATK terhadap stakeholder. Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) sesuai dengan arah dan kebijakan reformasi secara nasional serta meningkatkan efektifitas pembangunan rezim anti pencucian uang dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia, PPATK tengah melakukan reorganisasi yang berfokus pada penyempurnaan tugas dan fungsi serta penyusunan struktur organisasi Institut Intelijen Keuangan Indonesia (Indonesian Financial Intelligence Institute/IFII).

Kedua, PPATK sedang membangun aplikasi terkait PEPs (Politically Exposed Persons), hal ini sangat dibutuhkan mengingat sampai dengan saat ini belum ada lembaga ataupun instansi baik pemerintah maupun swasta yang dapat mengeluarkan atau merekomendasikan daftar terkait dengan PEPs. Oleh karena itu PPATK menginisiasi membangun aplikasi yang didedikasikan untuk mengurusi terkait daftar para pejabat ataupun orang-orang yang dapat dikategorikan ke dalam PEPs ini. PPATK juga sedang membangun Aplikasi Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) Profesi yang rencananya akan dirampungkan pada tahun 2017, hal ini sangat penting untuk menampung kewajiban pelaporan bagi pihak profesi tertentu seperti profesi dari kalangan akuntansi, advokat, notaris, perencana keuangan dan konsultan pajak. pengkinian sistem informasi akan terus dilakukan PPATK dengan menerapkan teknologi mutakhir (state of the art technology) dan sistem yang terintgrasi merupakan suatu keharusan untuk bisa menangani jutaan laporan LTKM dan untuk melakukan analisis terhadap LTKM.

Ketiga, bila tidak ada aral melintang di bulan Maret 2017 PPATK akan mengaktifkan Institut Intelijen Keuangan Indonesia (Indonesian Financial Intelligence Institute/IFII) yang terletak di Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Pusat pelatihan dan pendidikan anti pencucian uang dan pendanaan terorisme ini merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. Kurikulum  pengajaran akan diberikan bagi peserta dari financial intelligence unit, aparat penegak hukum yang ada di Indonesia maupun negara-negara di wilayah ASEAN, akademisi, pihak pelapor (reporting parties), serta pihak-pihak terkait lainnya. Kurikulum yang diajarkan merupakan materi yang dibutuhkan peserta untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Modul lainnya terkait pula dengan kejahatan asal (predicated crimes), dan modus operandi yang dilakukan oleh pelaku kejahatan serta dan bagaimana  melakukan antisipasinya. Institut ini juga akan digunakan sebagai ajang berbagi pengalaman dari berbagai negara dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.

Dalam waktu yang bersamaan, di gedung Institut Intelijen Keuangan Indonesia ini akan didirikan pula Pusat Kajian Pencucian Uang dan Predicated Crimes (Center for Money Laundering and Predicated Crimes Studies). Pusat kajian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi pemikiran yang besar terhadap kebijakan dan strategi pemberantasan money laundering dan predicated crimes di Indonesia maupun negara-negara lainnya. Peluncuran IFII ini rencananya akan dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia.

EKSTERNAL

Pertama, melihat trend dan perkembangan tindak laku pelaku kejahatan yang ada, Kepala dan Wakil Kepala PPATK melakukaan Prioritas Program Kerja agar ruang gerak pelaku kejahatan dapat ditekan dan diminimalisir agar kemanan, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia lebih baik dan lebih baik lagi. Dalam peningkatan good governance dan pemberantasan korupsi di kementerian dan lembaga,  PPATK sangat mendukung langkah-langkah yang dilakukan oleh aparat penegak hukum maupun pengawas internal lembaga untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penindakan secara internal kementerian/lembaga maupun oleh aparat penegak hukum. PPATK juga mendukung pelaksanaan pilkada serentak 2017 yang bersih dan bermartabat.

Kemudian, untuk lebih meningkatkan efektifitas dan efisiensi pencegahan dan pemberantasan Money Laundering, PPATK akan lebih menyempurnakan sistem dan mekanisme kerja, pengawasan dan penindakan Politicaly Exposed Persons (PEPs) dan pihak terafiliasinya. Sistem pengawasan dan penindakan dengan menggunakan PEPs yang baru diharapkan akan bisa melakukan deteksi dini dan penindakan secara lebih cepat dan bersifat sistemik.

Kedua, PPATK akan menggelar Grand Launching Indeks Persepsi Publik Indonesia terhadap Rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT). Indeks Persepsi APUPPT merupakan visualisasi dari apa yang selama ini telah PPATK lakukan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) dari sudut pandang masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, Indeks Persepsi Publik APUPPT merupakan bentuk self evaluation terhadap capaian yang telah dihasilkan PPATK selama ini. Indeks Persepsi Publik APUPPT diselesaikan dengan rate sempurna dan dibangun PPATK bersama dengan stakeholders terkait, dengan melibatkan pemerintah daerah di 1.100 desa/kelurahan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.

Keberhasilan rezim anti pencucian uang sangat ditentukan oleh dukungan masyarakat secara luas. Untuk mengukur tingkat pemahaman masyarakat terhadap tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) perlu dilakukan melakukan survey indeks presepsi publik (IPP) terhadap TPPU/TPPTguna mengukur tindak pemahaman masyarakat Indonesia terhadap anti pencucian uang dan pendanaan terorisme. Hasil IPP ini menjadi acuan PPATK dan Institusi terkait lainnya (Apgakum, PJK, PBJ) didalam ikut bersama-sama mencegah dan memberantas pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Ketiga, membantu dalam optimalisasi Pengelolaan Fiskal Pemerintah agar memiliki bangunan ketahanan fiskal yang berkelanjutan dan memiliki solvabilitas jangka panjang dengan penerimaan negara yang optimal. Untuk mewujudkannya, PPATK membantu Menteri Keuangan dalam melaksanakan beberapa langkah strategis diantaranya dengan  melakukan peningkatan kerjasama dengan Ditjen Pajak (DJP) agar laporan PPATK dapat digunakan lebih optimal dalam meningkatkan penerimaan pajak termasuk deteksi kepemilikan asset WNI di luar negeri. Melakukan peningkatan kerjasama dengan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), agar laporan PPATK dapat digunakan lebih besar lagi dalam mencegah dan memberantas trade based money laundering dan tindak pidana lainnya di bidang kepabeanan dan cukai

Keempat, membantu dalam pencegahan dan pemberantasan terorisme dengan mentrasir pendanaan terorisme di berbagai wilayah di Indonesia dengan menjalin kerjasama dan berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Detasemen Khusus Anti Teror 88 Polri, Pengadilan Negeri, Kementerian Luar Negeri, dan instansi terkait lainnya.

Sejak Januari 2003 sampai dengan November 2016, jumlah Hasil Analisis yang telah diserahkan ke Penyidik terkait dugaan tindak pidana terorisme adalah sebanyak 105 HA, yang terdiri dari 47 HA Proaktif dan 58 HA Inquiry. Sedangkan jumlah Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang disampaikan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) kepada PPATK sejak Januari 2003 s.d. November 2016 sejumlah 267 LTKM.

Kelima, bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), PPATK secara terus menerus melakukan pemberantasan narkoba. Indonesia sudah dinyatakan darurat narkotik sejak tahun 2014, dengan jumlah 4 juta orang pengguna yang terdiri dari penyalahguna coba pakai, teratur pakai, dan pecandu. Peredaran narkotika jenis baru (New Psychoactive Substances/NPS) telah berjumlah 44 jenis zat yang masuk ke Indonesia. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkapkan ada 1.015 kasus yang telah terungkap dari 72 jaringan sindikat narkotik dengan jumlah tersangka mencapai angka 1.681.

Sesuai amanat yang tertuang dalam Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, narkotika merupakan salah satu tindak pidana asal yang bermuara pada dilakukannya praktik-praktik pencucian uang. Dengan demikian, menjadi tugas PPATK untuk turut serta berkontribusi memberantas peredaran narkotika di Indonesia sesuai kewenangan yang dimilikinya. Jumlah kumulatif Hasil Analisis (HA) PPATK yang disampaikan ke Penyidik BNN sejak berlakunya UU No. 8 Tahun 2010 adalah sebanyak 45 HA. Sedangkan jumlah HA yang disampaikan ke Penyidik berdasarkan dugaan tindak pidana asal narkotika sejumlah 140 HA, sejak periode Januari 2003 s.d. November 2016.

Selain HA, PPATK juga menyampaikan Informasi Hasil Analisis (IHA) kepada BNN sejumlah 19 IHA sejak periode Januari 2003 s.d. November 2016. Di sisi lain, PPATK juga telah menyerahkan 4 Hasil Pemeriksaan (HP) kepada BNN sejak Januari 2011 s.d. November 2016.

Keenam, PPATK sebagai focal point dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme melihat  risiko yang besar untuk digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Risiko yang sudah terasa dibalik kemudahan yang disediakan Financial Tecknologi  (Fintech) dan Cyber Crime  adalah risiko penyalahgunaan untuk aksi terorisme dan tindak pidana ekonomi. Bahrun Naim, salah seorang tokoh yang mendalangi berbagai aksi teror di Indonesia menggunakan sejumlah akun pembayaran online PayPal atau dengan menggunakan Bit Coin. PayPal adalah jenis alat pembayaran virtual yang bisa digunakan untuk transaksi oleh seluruh pengguna Internet dari negara mana saja.

Keberadaan Fintech sejatinya bertujuan untuk membuat masyarakat lebih mudah mengakses produk-produk keuangan, mempermudah transaksi  dan juga meningkatkan literasi keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengelompokkan Fintech kedalam dua kelompok. Kelompok pertama disebut Fintech 2.0 yang merupakan produk berbasis teknologi yang dihasilkan bank atau institusi keuangan terdaftar lainnya. Sedangkan kelompok kedua disebut Fintech 3.0 yang merupakan produk seputar finansial yang dihasilkan oleh startup atau bukan dari institusi keuangan resmi. Namun, dibalik berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh Fintech, terdapat berbagai risiko yang membayangi bisnis jasa layanan keuangan oleh perusahaan berbasis teknologi atau Fintech.

Sedangkan Cyber Crime adalah bentuk kejahatan yang menggunakan internet sebagai media untuk melakukan tindak kejahatan seiring munculnya era internet. Setiap aktifitas kejahatan yang dilakukan di internet atau melalui jaringan internet, umumnya disebut sebagai kejahatan internet. Jenis dan pelanggaran cyber crime sangat beragam sebagai akibat dari penerapan teknologi. Cyber crime dapat berupa penyadapan dan penyalahgunaan informasi atau data yang berbentuk elektronik maupun yang ditransfer secara elektronik, pencurian data elektronik, pornografi, penyalahgunaan anak sebagai objek melawan hukum, penipuan melalui internet, perjudian diinternet, pengrusakan website, disamping pengrusakkan system melalui virus, trojan horse, signal grounding dan lain lain.

Untuk mengingkatkan kapabilitias PPATK didalam menangani masalah-masalah tersebut diatas PPATK telah membentuk desk fiscal, desk narkotik dan terorism, desk fintech dan cyber crime. Ketiga desk ini akan bekerja sama dengan pihak terkait seperti Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, BNN, BNPT, dan aparat penegak hukum lainnya

Ketujuh, PPATK sebagai bagian dari rezim anti pencuciaan uang memiliki orientasi utama terhadap penelusuran aset hasil kejahatan dengan pendekatan follow the money. Oleh karena itu, PPATK memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam program assets recovery, terutama dalam hal pemberian informasi intelijen di bidang keuangan untuk keperluan penelusuran aset (assets tracing), baik pada waktu proses analisis transaksi keuangan, maupun pada saat proses penyidikan, serta penuntutan dan pemeriksaan terdakwa di sidang peradilan.

Penelusuran aset di dalam negeri dilakukan dengan penelusuran diberbagai Penyedia Jasa Keuangan (PJK) serta Penyedia Barang/Jasa lainnya. Dalam rangka penyelamatan aset secara dini, dengan kewenangannya maka penyidik, penuntut umum, atau hakim akan memerintahkan PJK dan penyedia jasa/barang lainnya untuk melakukan pemblokiran sementara terhadap harta kekayaan setiap orang atau perusahaan yang telah dilaporkan oleh PPATK. PJK dan penyedia jasa/barang lainnya setelah menerima perintah wajib melaksanakan pemblokiran sementara setelah surat perintah pemblokiran diterima.

Untuk menelusuri aset hasil kejahatan yang ditempatkan di luar negeri dilakukan dengan kerjasama antar Financial Inteligent Unit (FIU), melalui pertukaran informasi. Pertukaran informasi antar FIU ini memiliki kelebihan, di antaranya mendapatkan hasil yang lebih cepat apabila dibandingkan dengan mekanisme pertukaran informasi melalui jalur yang lain.

Keunggulan PPATK sebagai  FIU dalam mendapatkan informasi yang lebih cepat dan akurat ini sesuatu yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh para penegak hukum, untuk dapat mengamankan dan mengembalikan harta kekayaan negara dari para pelaku kriminal.

Kedelapan, Menggerakkan pihak pelapor profesi melaporkan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) kepada PPATK. Selain Penyedia Jasa Keuangan dan Penyedia Barang dan Jasa, sejak tahun 2015 terdapat sejumlah pihak pelapor baru yang diwajibkan memberikan LTKM kepada PPATK. Adapun pihak pelapora baru tesebut adalah advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan. “Pihak pelapor sebagaimana dimaksud wajib menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa,” demikian bunyi Pasal 4 PP No. 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Seluruh pihak pelapor tersebut wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada PPATK, untuk kepentingan atau untuk dan atas nama pengguna jasa. Misalnya, pembelian dan penjualan properti, pengelolaan terhadap uang, efek dan/atau produk jasa keuangan lainnya, pengelolaan rekening giro, rekening tabungan, rekening deposito dan/atau rekening efek, pengoperasian dan pengelolaan perusahaan dan/atau pendirian, pembelian dan penjualan badan hukum.

Dengan semakin banyaknya data serta informasi yang diperoleh PPATK dari PJK, PBJ, serta beberapa pihak pelapor baru tersebut maka akan secara signifikan dapat meningkatkan kualitas hasil analisis dan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh PPATK. Secara lebih luas lagi, keterlibatan pihak pelapor baru tersebut juga dapat mempersempit ruang gerak para pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pihak Pelapor Profesi  semaksimal mungkin mencegah dirinya agar tidak digunakan pelaku kejahatan melakukan TPPU agar dirinya terlindungi dari kejahatan pencucian uang.

Untuk tata cara penyampaian LTKM, telah dikeluarkan Peraturan Kepala PPATK Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian LTKM oleh Profesi. Perka ini  telah pula diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 14 Desember 2016 dan telah ditempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 dengan Nomor 1896. Dengan demikian, terhitung sejak tanggal diundangkan, pihak profesi wajib menyampaikan LTKM kepada PPATK.

Untuk menutup ruang gerak pelaku money laundering PPATK akan terus meningkatkan kesetaraan regulasi dan pengawasan diantara berbagai pelapor, baik penyedia jasa keuangan, penyedia jasa non keuangan, maupun penyedia barang/jasa lainnya, termasuk pelapor profesi.

Kesembilan, Penguatan PPATK pada forum internasional dengan meningkatkan partisipasi aktif PPATK dalam fora internasional dalam rangka meningkatkan posisi strategis PPATK sebagai lembaga intelijen keuangan dan Indonesia sebagai sebuah negara. Lahirnya PPATK sejak tahun 2002 tidak lepas dari Rekomendasi FATF yang menyatakan perlunya setiap negara memiliki Unit Intelijen Keuangan yang memiliki fungsi dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme. Di Tahun 2017 PPATK berusaha agar dapat diterima menjadi anggota Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF).

Sejak berdirinya hingga saat ini, PPATK aktif dalam berbagai forum internasional yang diselenggarakan oleh FATF, Asia Pacific Groups on Money Laundering (APG), maupun Egmont Group sebagai wadah Unit Intelijen Keuangan di seluruh dunia. Dalam berbagai kesempatan, PPATK meraih Best Egmont Case Award sebagai bentuk partisipasi aktif dan konstruktif PPATK dalam forum-forum internasional.

Selain itu, PPATK juga aktif dalam berbagai forum regional, yang ditandai dengan dipilihnya Wakil Kepala PPATK sebagai co-chair subgroup ASEAN on AML/CFT serta co-chair Regional Risk Assessment ASEAN & Australia. PPATK bersama dengan Australian Transaction Report and Analysis Centre (AUSTRAC) juga sukses menyelenggarakan Counter-Terrorism Financing Summit (CTF Summit) sebagai forum regional pertama yang bertujuan untuk optimalisasi upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme di kawasan Asia Pasifik.

Pasca CTF Summit yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali Tahun 2016, peran PPATK semakin mengalami peningkatan dalam berbagai forum regional maupun internasional yang terkait dengan anti pencucian uang dan pendanaan terorisme. Berbagai bukti yang menunjukan penguatan peran PPATK di forum dan organisasi internasional serta regional antara lain: Pembentukan Financial Intelligence Consultative Group (FICG), sebagai solusi regional Asia Tenggara dan Australia untuk meningkatkan kualitas pertukaran informasi antar Unit Intelijen Keuangan.

Salah satu capaian besar lain yang dicapai PPATK dalam CTF Summit bersama FIU kawasan Asia Tenggara dan Australia juga berhasil menyusun Regional Risk Assessment on Terrorist Financing (RRA-TF). RRA-TF merupakan penilaian risiko pendanaan terorisme pertama di kawasan Asia Tenggara dan Australia. Penilaian risiko di kawasan Asia Tenggara dan Australia ini juga merupakan yang pertama kali diselenggarakan di dunia internasional. Melalui RRA, dapat diketahui kerentanan, ancaman dan dampak dari pendanaan terorisme di kawasan regional periode 2013 s.d. 2015. Penilaian tersebut mengacu pada standar FATF, dan bersumber pada National Risk Assesment (NRA) masing-masing negara untuk memperoleh nilai rata-rata di kawasan regional.

 

                                                                                           Jakarta, 9 Januari 2017

                                                                                         Kepala Pusat Pelaporan dan

                                                                                 Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

 

 

 

                                                                                          Kiagus Ahmad Badaruddin 

Submit
Komentar (0)
Tinggalkan Komentar