Perpres tentang Transparansi BO Berlaku per 1 Maret 2019

| 0

 

JAKARTA – Kebutuhan Indonesia untuk menegakkan transparansi pemilik manfaat atas korporasi, yang biasa disebut dengan Beneficial Ownership (BO), telah dimulai dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat atas Korporasi dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT). Dalam kegiatan diseminasi tentang Peraturan Pelaksana mengenai Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT), Kamis (5/12/2019), Direktur Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM, Daulat P Silitonga menegaskan bahwa peraturan ini telah diberlakukan sejak 1 Maret 2019.

“Pada saat Perpres ini mulai berlaku, korporasi yang telah mendapatkan atau masih dalam proses pendaftaran, pengesahan, persetujuan, pemberitahuan, dan perizinan usaha berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, wajib mengikuti penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini paling lambat satu tahun terhitung sejak Perpres ini berlaku,” kata Daulat.

Daulat menjelaskan, bahwa ketentuan Perpres 13/2018 menyebutkan pihak yang dapat menyampaikan informasi pemilik manfaat dari korporasi meliputi pendiri atau pengurus korporasi, notaris, atau pihak lain yang diberi kuasa oleh pendiri atau pengurus korporasi untuk menyampaikan informasi pemiliki manfaat dari korporasi. Ia juga menjelaskan peraturan pelaksana dari Perpres 13/2018, berupa Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi yang berlaku sejak 27 Juni 2019.

“Hingga 4 Desember 2019, data pelaporan pemilik manfaat sudah mencapai angka 32.756 untuk kategori perusahaan terbatas, 3.691 untuk yayasan, dan 2.179 untuk perkumpulan,” urai Daulat.

Daulat melanjutkan, bentuk pengawasan terhadap yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham meliputi penetapan regulasi atau pedoman, audit korporasi, dan kegiatan administratif lain. Menteri Hukum dan HAM dapat membentuk tim dalam melakukan pengawasan, dan pelaksanaan pengawasannya selalu berkoordinasi dengan instansi terkait sesuai dengan kewenangannya.

Lebih lanjut, Daulat menjelaskan pengawasan dilaksanakan dalam bentuk on-site

 

maupun off-site. Pengawasan on-site dilakukan dalam bentuk verifikasi dokumen dan informasi, verifikasi informasi penetapan BO, laporan instansi berwenang dan instansi terkait, proses pemberian izin usaha dari instansi berwenang, pemanggilan dengan korporasi, serta penyusunan hasil pengawasan langsung. “Sedangkan pengawasan off-site melalui pemeriksaan dokumen dan informasi, penilaian penerapan BO, dan keterangan hasil pengawasan tidak langsung,” ujar Daulat.

Daulat menegaskan, Menteri Hukum dan HAM dapat menjatuhkan tindakan kepada korporasi yang tidak menjalankan rekomendasi. Tindakan tersebut dapat berupa pemblokiran akses korporasi yang termuat dalam SABH AHU Online. “Tindakan lainnya, Menteri dapat menyampaikan rekomendasi kepada instansi berwenang yang menerbitkan izin usaha, yang memuat penundaan, pencabutan, hingga pembatalan izin usaha korporasi,” tegas Daulat.

Diseminasi ini dibuka oleh Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin dan keynote speech dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. Selain Daulat, pembicara lainnya meliputi Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Hubungan Kelembagaan, Diani Sadia Wati, Komisaris Utama Bank Tabungan Negara Chandra M Hamzah, Direktur Hukum PPATK Fithriadi Muslim, dan Digital Access and Anti-Corruption Lead Kedutaan Besar Britania Raya Christopher Agass. Ratusan peserta berpartisipasi dalam diseminasi ini yang terdiri atas perwakilan Kementerian/Lembaga yang tergabung dalam Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, perwakilan pihak pelapor dan asosiasi pihak pelapor, perwakilan asosiasi perusahaan dari berbagai industri, dan internal PPATK. (TA).

Submit
Komentar (0)
Tinggalkan Komentar