Menko Perekonomian: Dukung RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal sebagai Prioritas

| 0

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, menyampaikan harapan kepada Presiden RI, Joko Widodo dan seluruh pemangku kepentingan di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) untuk mendukung Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana dan Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal sebagai RUU prioritas untuk dibahas dan disahkan pada tahun 2021. Pengesahan kedua RUU ini diyakini dapat memperkuat rezim anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APUPPT). Hal ini disampaikannya dalam kegiatan Pertemuan Koordinasi Tahunan Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT, Kamis, 14 Januari 2021, yang diselenggarakan secara virtual.

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU (Komite TPPU) ini juga menyampaikan apresiasinya pada penyelenggaraan pertemuan ini, yang dinilainya sangat strategis di tengah upaya Pemerintah dalam Penanganan Pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Ia berharap Komite TPPU dapat ikut serta dalam upaya pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19 dengan ikut mengawal dan memonitor program-program pemulihan ekonomi nasional agar tidak disalahgunakan.

“Sinergitas dari sisi pencegahan dan pemberantasan telah diupayakan oleh Komite TPPU, salah satunya melalui pelibatan sektor swasta dengan membentuk INTRACNET pada akhir tahun 2020. INTRACNET diharapkan dapat lebih mengoptimalkan rezim APUPPT dalam menjaga integritas dan stabilitas sistem perekonomian dan sistem keuangan di Indonesia,” kata Airlangga.
Dalam kesempatan ini, Menteri Airlangga juga menyampaikan perhatian khusus terkait perkembangan kejahatan di bidang keuangan yang terus berkembang. Di tengah pandemi, organisasi internasional anti-pencucian uang, yaitu Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) menjelaskan bahwa pencucian uang dapat dilakukan dalam bentuk pemalsuan alat-alat kesehatan (counterfeiting medical goods), kejahatan siber (cybercrime), penipuan investasi (investment fraud), penipuan yang berkedok kegiatan sosial (charity fraud), termasuk penyalahgunaan dalam stimulus ekonomi (abuse of economic stimulus measrues).

Ia juga menyampaikan pentingnya seluruh komponen yang terkait dengan implementasi rezim APUPPT agar dapat menuntaskan rangkaian proses Mutual Evaluation Review (MER) dengan baik, sebagai prasyarat membawa Indonesia masuk ke dalam keanggotaan FATF. Saat ini, status Indonesia masih sebagai Observer di organisasi tersebut. “Indonesia menjadi satu-satunya anggota G-20 yang belum menjadi anggota FATF. Mari kita perkuat komitmen dan kerja sama agar proses MER dapat dituntaskan dengan baik, sekaligus menjadi pembuktian terjaganya integritas dan stabilitas perekonomian dan sistem keuangan kita,” lanjut Airlangga.

Pertemuan Koordinasi Tahunan Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT tahun 2021 ini turut dihadiri oleh Ketua Mahkamah Agung, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Perdagangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Jaksa Agung RI, Kepala Badan Narkotika Nasional, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Kepala Badan Intelijen Negara, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan, Wakil Kepala Kepolisian RI, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Ketua Himpunan Bank Milik Negara, Ketua Perhimpunan Bank Nasional, Ketua Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya. (TA)

 

Submit