Kerja Sama Internasional

Kerja Sama Internasional


Daftar MoU


Daftar Nota Kesepahaman

No.

Negara (FIU)

Penandatanganan Nota Kesepahaman

Tempat

Tanggal/Bulan/Tahun

Tahun 2003

1

Thailand

Bangkok

24 Maret 2003

2

Malaysia

Malaysia

31 Juli 2003

3

Korea Selatan

Jakarta

20 Oktober 2003

Tahun 2004

4

Australia

Bali

4 Februari 2004

5

Filipina

Bandar Seri Begawan

5 Oktober 2004

6

Romania

Bukares

12 Oktober 2004

Tahun 2005

7

Belgia

Jakarta

1 Februari 2005

Brussels

26 Januari 2005

8

Italia

Roma

17 Februari 2005

9

Polandia

Washington

29 Juni 2005

10

Spanyol

Washington

29 Juni 2005

11

Peru

Sofia

6 Oktober 2005

Jakarta

18 Oktober 2005

Tahun 2006

12

Tiongkok

Jakarta

29 Mei 2006

13

Meksiko

Limassol - Siprus

14 Juni 2006

14

Kanada

Ottawa

12 Oktober 2006

Jakarta

16 Oktober 2006

15

Myanmar

Jakarta

14 November 2006

16

Afrika Selatan

Jakarta

24 November 2006

Pretoria

29 November 2006

17

Kepulauan Cayman

Grand Cayman

27 November 2006

18

Jepang

Jakarta

18 Desember 2006

Tokyo

19 Desember 2006

Tahun 2007

19

Bermuda

Bermuda

31 Mei 2007

20

Mauritius

Bermuda

31 Mei 2007

21

Selandia Baru

Jakarta

18 Juli 2007

22

Turki

Ankara

8 Agustus 2007

Jakarta

13 Agustus 2007

23

Finlandia

Helsinki

27 September 2007

Tahun 2008

24

Georgia

Georgia

10 Maret 2008

25

Kroasia

Jakarta

21 April 2008

26

Moldova

Seoul

28 Mei 2008

27

Amerika Serikat

Jakarta

19 September 2008

Washington

6 Oktober 2008

28

Brunei Darussalam

Jakarta

17 Desember 2008

Tahun 2009

29

Bangladesh

Jakarta

16 Maret 2009

30

Senegal

Jakarta

17 April 2009

31

Sri Lanka

Doha

27 Mei 2009

32

Makau

Brisbane

10 Juli 2009

33

Kepulauan Fiji

Brisbane

10 Juli 2009

Tahun 2010

34

Kepulauan Solomon

Wollongong

22 Maret 2010

35

Qatar

Cartagena

30 Juni 2010

36

Uni Emirat Arab

Cartagena

30 Juni 2010

37

Vietnam

Jakarta

18 Agustus 2010

Tahun 2011

38

India

New Delhi

25 Januari 2011

39

Belanda

Aruba

15 Maret 2011

40

Saudi Arabia

Yerevan - Armenia

12 Juli 2011

41

Luksemburg

42

Samoa

Tahun 2012

43

Ukraina

Saint Petersburg

10 Juli 2012

44

Rusia

Saint Petersburg

11 Juli 2012

Tahun 2013

45

Kazakhstan

Astana

2 September 2013

46

Singapura

Singapura

17 September 2013

Jakarta

25 September 2013

Tahun 2014

47

Timor Leste

Dilli

21 Februari 2014

48

Inggris

London

25 Februari 2014

49

Yordania

Jakarta

14 Juli 2014

Amman

10 Agustus 2014

Tahun 2015

50

Kamboja

Jakarta

22 September 2015

Tahun 2016

51

Tajikistan

Jakarta

1 Agustus 2016

52

Laos

Bali

11 Agustus 2016

Tahun 2018

53

Argentina

Buenos Aires

14 Maret 2018

54

Ghana

Buenos Aires

14 Maret 2018

55

Kirgistan

Paris

16 Oktober 2018

Tahun 2019

56

Uzbekistan

Jakarta

30 Januari 2019

57

Timor Leste

The Hague

3 Juli 2019

58

Palestina

The Hague

3 Juli 2019

59

Kolombia

Jakarta

16 Agustus 2019

60

Maroko

Jakarta

28 Oktober 2019

Tahun 2023

61

Pakistan

Jakarta

6 Juni 2023

 

Kegiatan Internasional


Kegiatan Internasional

Sepanjang tahun 2023, PPATK terlibat aktif dalam berbagai forum internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, tindak pidana pendanaan terorisme, dan tindak pidana pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal. Keberhasilan utama berhasil diperoleh dengan diterimanya Indonesia sebagai anggota penuh organisasi internasional FATF pada bulan Oktober 2023. Garis besar partisipasi aktif PPATK dan delegasi Indonesia dalam forum-forum internasional dapat dilihat sebagai berikut:

 

FATF

PPATK bersama Delegasi RI terlibat dalam rangkaian kegiatan Plenary FATF di Paris, Perancis sepanjang tahun 2023. Plenary FATF merupakan badan pengambilan keputusan dan dilaksanakan tiga kali dalam setahun pada bulan Februari, Juni, dan Oktober. Partisipasi aktif PPATK dan Delegasi RI dalam Plenary FATF membuahkan hasil positif berupa diterimanya Indonesia menjadi anggota penuh FATF dalam keputusan Plenary yang ditetapkan pada tanggal 27 Oktober 2023. Keberhasilan ini turut mendapat apresiasi dari Presiden RI, Joko Widodo, yang menyebut keanggotaan ini penting untuk meningkatkan persepsi positif terhadap sistem keuangan Indonesia yang akhirnya berdampak pada meningkatnya confident, meningkatnya trust Indonesia di sisi bisnis dan iklim investasi. Presiden Jokowi juga berharap hal ini akan menjadi langkah awal menuju tata kelola rezim anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme Indonesia yang lebih baik.

 

APG

  1. APG Assesor Training di Jepang, 13 – 17 Maret 2023
  2. APG Annual Meeting and Technical Assistance di Vancouver, Kanada, pada tanggal 9 – 14 Juli 2023
  3. 24th APG Annual Typologies & Capacity Building Workshop di New Delhi, India, pada tanggal 28 November - 1 Desember 2023

 

THE EGMONT GROUP

  1. Egmont Working & Regional Group Meeting di Dakar, Senegal, 30 Januari – 3 Februari 2023
  2. Menjadi juara dalam perhelatan Best Egmont Case Award (BECA) yang diselenggarakan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, 6 Juli 2023
  3. Egmont Plenary di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, 6 Juli 2023
  4. Berpartisipasi aktif dalam Asset Recovery Conference yang diselenggarakan oleh the Egmont Group di Taiwan, 16 – 17 November 2023

 

KEGIATAN INTERNASIONAL LAINNYA

  1. Kunjungan ke US Treasury, Washington DC, 31 Januari 2023
  2. Financial Intelligence Consultative Group (FICG) Meeting di Singapura, 14-17 Februari 2023
  3. Konferensi UNODC Regional terkait Non-Profit Organisations (NPOs) dan tindak pidana pendanaan terorisme di Thailand, 21-24 Februari 2023
  4. Onsite Visit ke FIU Timor Leste tanggal 13-16 Maret 2023.
  5. Rapat koordinasi dengan Bank Negara Malaysia (FIU Malaysia) dan STRO (FIU Singapura) di Singapura, 14-16 Maret 2023 terkait hasil kegiatan FICG Meeting Singapura terkait Multi Jurisdictional Anti-Fraud
  6. Rapat koordinasi dengan European Union dan Global Facility pembahasan program kerja sama APUPPT di kantor PPATK, 23 Agustus 2023
  7. Partisipasi dalam UNODC 8th GoAML International User Group Meeting di Wina, Austria, 23 – 25 Oktober 2023
  8. Koordinasi dengan European Union (EU) Scoping Note untuk mengatasi defisiensi Indonesia terkait Rekomendasi 8 FATF, 10 November 2023
  9. Sidang Interpol ke-91 di Wina, Austria, 28 November - 1 Desember 2023
  10. Kunjungan FIU Timor Leste dalam rangka technical assistance, 11 – 12 Desember 2023
  11. Sejumlah pertemuan bilateral dengan FIU dari berbagai negara

Pertukaran Informasi


PPATK memiliki peran penting dalam penelusuran aset hasil kejahatan melalui pendekatan follow the money. Peran penting dan strategis PPATK dalam program assets recovery terutama dalam hal pemberian informasi intelijen di bidang keuangan untuk keperluan penelusuran aset (assets tracing), baik pada waktu proses analisis transaksi keuangan maupun pada saat proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan terdakwa di sidang peradilan.

Untuk menelusuri aset hasil kejahatan yang ditempatkan pelaku tindak pidana di luar negeri dapat dilakukan melalui tukar menukar informasi dengan FIU lain baik atas dasar Memorandum of Understanding (MoU) ataupun resiprositas, dengan menggunakan norma-norma yang diatur oleh Egmont Group atau sesuai dengan ketentuan yang ada dalam MoU.

Sepanjang tahun 2023, terdapat 48 outgoing request dari PPATK ke 23 FIU negara lain, antara lain kepada AMLC (FIU Filipina), AMLO (FIU Thailand), AUSTRAC (FIU Australia), CAFIU (FIU Kamboja), CAMLMAC (FIU China), CMLC (FIU Suriah), FIA-AG (FIU British Virgin Islands), FinCEN (FIU Amerika Serikat), FIU Seychelles, JAFIC (FIU Jepang), STRO (FIU Singapura), SVGFIU (FIU St. Vincent and the Grenadines), UK FIU (FIU Inggris), dan UPWBNM (FIU Malaysia).

 

Organisasi Internasional


Sebagai lembaga sentral di bidang anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APUPPT), PPATK memiliki peran strategis dalam keanggotaan Indonesia di organisasi internasional Financial Action Task Force (FATF), Asia/Pacific Group on Money Laundering (APG), dan The Egmont Group.

1.    Financial Action Task Force (FATF)

FATF didirikan pada Juli 1989 dalam pertemuan negara-negara G7 sebagai respons atas kekhawatiran internasional terhadap risiko pencucian uang bagi integritas sistem keuangan. Lembaga internasional yang berpusat di Paris ini mengeluarkan standar untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme serta melakukan evaluasi terhadap negara-negara di dunia, yang dikenal dengan FATF Recommendations. 

Partisipasi aktif PPATK dan Delegasi RI dalam Plenary FATF membuahkan hasil positif berupa diterimanya Indonesia menjadi anggota penuh FATF dalam keputusan Plenary yang ditetapkan pada tanggal 27 Oktober 2023. Keberhasilan ini turut mendapat apresiasi dari Presiden RI, Joko Widodo, yang menyebut keanggotaan ini penting untuk meningkatkan persepsi positif terhadap sistem keuangan Indonesia yang akhirnya berdampak pada meningkatnya confident, meningkatnya trust Indonesia di sisi bisnis dan iklim investasi. Presiden Jokowi juga berharap hal ini akan menjadi langkah awal menuju tata kelola rezim anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme Indonesia yang lebih baik.

2.    Asia Pacific Group on Money Laundering (APG)

APG adalah organisasi internasional independen yang didirikan pada tahun 1997 di Bangkok, Thailand. Pendirian organisasi ini merupakan penjabaran dari kerja sama internasional di bidang pencucian uang dan pendanaan terorisme yang diawali dengan adanya pendirian FATF pada tahun 1989. Mengingat FATF hanya beranggotakan negara-negara “maju” (didirikan oleh G7), maka untuk semakin memperluas upaya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang di komunitas internasional, perlu dilakukan pembentukan FATF Style Regional Bodies berdasarkan regionalisasi. Untuk kawasan Asia Pasifik, didirikanlah APG yang hingga saat ini beranggotakan 42 anggota negara/jurisdiksi. Indonesia sendiri resmi bergabung sebagai anggota APG pada bulan Agustus 1999 dan menjadi APG co-chair selama periode tahun 2006-2008.

3.    The Egmont Group of Financial Intelligence Units (Egmont Group)

Egmont group adalah sebuah organisasi internasional yang menaungi FIU dari negara-negara di dunia, yang didirikan dengan tujuan untuk mempermudah dan meningkatkan kerja sama antar FIU. Melalui forum yang disediakan oleh Egmont Group, dilakukan upaya untuk mengoptimalisasi pelaksanaan fungsi FIU dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU, TPPT, dan pendanaan proliferasi agar berjalan dengan lebih efektif. Hingga saat ini tercatat 170 FIU telah bergabung dalam Egmont Group. PPATK diakui sebagai anggota Egmont Group pada bulan Juni tahun 2004.

Standar Internasional


FATF Recommendations

Baca di sini

Vienna Convention

Baca di sini

Palermo Convention

Baca di sini

UN Convention Against Corruption (UNCAC)

Baca di sini

UNSCR 1267

Baca di sini

UNSCR 1373

Baca di sini

UNSCR 1718

Baca di sini

UNSCR 1737

Baca di sini

Publikasi Internasional


Penyalahgunaan Kewarganegaraan dan Tempat Tinggal oleh Program Investasi

Paris, 22 November 2023 - Program kewarganegaraan dan tempat tinggal melalui investasi atau Citizenship and residency by investment (CBI/RBI) adalah program yang dikelola pemerintah untuk memberikan kewarganegaraan atau tempat tinggal kepada investor asing dengan mempercepat atau melewati proses migrasi yang normal. Program-program ini dapat membantu dalam memacu pertumbuhan ekonomi melalui foreign direct investment, namun juga menjadi alternatif solusi bagi para pelaku kejahatan dan koruptor yang ingin menghindari jerat hukum dan mencuci hasil kejahatan yang berjumlah miliaran dolar.

Menanggapi seruan dalam pertemuan tingkat Menteri FATF pada bulan April 2022 untuk lebih fokus pada isu korupsi, FATF telah menyelesaikan proyek bersama dengan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) yang mengeksplorasi risiko pencucian uang dan kejahatan keuangan yang terkait dengan program CBI/RBI, termasuk risiko yang terkait dengan penyuapan, fraud, korupsi warga negara asing, serta dampaknya terhadap integritas publik, perpajakan, dan imigrasi.
“Memberikan kewarganegaraan dan tempat tinggal kepada investor melalui program paspor dan visa 'emas' (‘golden’ passport) berpotensi menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Namun hal ini sangat berpotensi untuk dieksploitasi oleh pelaku kejahatan dan koruptor, yang hendak mencuci asetnya untuk menyembunyikan identitas dan aset mereka, atau melakukan kejahatan lanjutan. Laporan ini menyerukan kepada pemerintah yang menjalankan program CBI/RBI untuk menerapkan berbagai upaya guna memastikan program-program CBI/RBI dikelola dengan sensitif terhadap risiko yang mungkin timbul,” kata Presiden FATF, T. Raja Kumar.

Jika dikelola dengan baik, program CBI/RBI dapat memberikan manfaat bagi negara dan individu. Namun dalam praktiknya, program ini memiliki risiko signifikan terhadap pencucian uang, fraud, dan bentuk penyalahgunaan lainnya.

Laporan ini menyoroti bagaimana program CBI/RBI dapat memungkinkan pelaku kejahatan melakukan mobilitas secara global dan membantu pelaku kejahatan dalam menyembunyikan identitas dan aksi kejahatannya di balik perusahaan cangkang di yurisdiksi lain. Laporan ini juga menyoroti kerentanan program migrasi investasi internasional yang kompleks, termasuk seringnya penggunaan perantara (intermediaries), keterlibatan berbagai lembaga pemerintah, penyalahgunaan oleh para professional enablers, dan kurangnya tata kelola program CBI/RBI yang tepat. 
“Eksploitasi kejahatan atas program CBI/RBI adalah bisnis bernilai miliaran dolar untuk mencuci hasil fraud dan korupsi, menghindari jerat hukum, atau mengakses negara-negara dunia ketiga. Kerja sama FATF-OECD telah mengidentifikasi risiko dan kerentanan seputar skema golden visa dan menawarkan serangkaian langkah mitigasi untuk membantu pembuat kebijakan dan pelaksana program termasuk mekanisme uji tuntas, transparansi, dan integritas yang tepat,” kata Sekretaris Jenderal OECD Cormann.

Laporan ini mengusulkan langkah-langkah dan contoh-contoh praktis yang dapat membantu para pembuat kebijakan dan seluruh pihak yang bertanggung jawab mengelola program migrasi investasi untuk mengatasi risiko-risiko ini. Hal ini mencakup analisis mendalam dan pemahaman tentang bagaimana pelaku kejaahtan dapat mengeksploitasi program CBI/RBI.

Laporan ini juga menyoroti bagaimana Pemerintah dapat memasukkan langkah-langkah mitigasi risiko, seperti uji tuntas berlapis (multi-layered due diligence), dalam rancangan program CBI/RBI. Laporan ini juga menekankan bahwa meningkatnya risiko pencucian uang dan kejahatan keuangan dalam program migrasi investasi tidak hanya berkaitan dengan pemohon, namun juga para professional enablers dan perantara (intermediaries) yang terlibat dalam proses tersebut. Oleh karena itu, penting untuk memastikan kejelasan mengenai peran dan tanggung jawab masing-masing pihak yang terlibat dalam program RBI/CBI agar dapat mendeteksi aktivitas fraud.

Laporan FATF mengenai potensi penyalahgunaan program CBI/RBI dapat diakses pada tautan berikut 



Best Practices dalam Memerangi Penyalahgunaan Organisasi Nirlaba

16 November, 2023 - Sektor nirlaba (non-profit) memainkan peran penting dalam masyarakat. Sektor ini berperan dalam memberikan bantuan dan dukungan kepada kelompok masyarakat yang membutuhkan, utamanya pada saat krisis yang mendesak dan seringkali dalam keadaan dan wilayah yang penuh tantangan. Sayangnya, penggalangan dana amal juga digunakan untuk menutupi praktik pendanaan terorisme.

Pada Sidang Pleno bulan Oktober 2023, FATF menyetujui amandemen Rekomendasi 8 yang bertujuan untuk melindungi organisasi nirlaba (non-profit organization/NPO) dari potensi penyalahgunaan pendanaan terorisme melalui penerapan langkah-langkah berbasis risiko yang efektif. 

Rekomendasi 8 tidak berlaku untuk seluruh sektor nirlaba, namun hanya untuk sub-kelompok yang termasuk dalam definisi FATF tentang NPO. Negara-negara harus mengidentifikasi organisasi-organisasi yang termasuk dalam definisi tersebut, melakukan penilaian risiko penyalahgunaan pendanaan terorisme, dan menerapkan langkah-langkah yang terfokus, proporsional, dan berbasis risiko untuk memitigasi risiko-risiko tersebut. 

FATF telah memperbarui best practices terkait amandemen Rekomendasi 8 untuk membantu negara-negara, sektor nirlaba, dan lembaga keuangan memahami cara terbaik untuk melindungi NPO dari penyalahgunaan pendanaan terorisme, tanpa mengganggu atau menghambat aktivitas NPO yang sah.

Untuk pertama kalinya, laporan best practices FATF juga memuat contoh dari praktik buruk serta secara khusus menjelaskan bagaimana untuk tidak menerapkan persyaratan FATF. Dengan adanya revisi pada Rekomendasi 8, dan laporan best practices yang diperbarui, FATF telah menetapkan bagaimana menerapkan langkah-langkah yang proporsional dengan risiko pendanaan terorisme yang dinilai, serta mencegah penerapan langkah-langkah yang terlalu memberatkan atau membatasi bagi organisasi yang bekerja di sektor nirlaba.
Laporan best practices yang diperbarui ini juga telah mencerminkan masukan dari pemangku kepentingan terkait.

Laporan FATF mengenai Best Practices dalam Memerangi Penyalahgunaan Organisasi Nirlaba dapat diakses pada tombol berikut 



Pemulihan Hasil Kejahatan Internasional melalui ARIN

16 November 2023 - Asset Recovery Inter-Agency Networks (ARINs) adalah jaringan informal internasional atau regional yang mempertemukan para praktisi penegak hukum yang bergerak di bidang penelusuran, pembekuan, penyitaan, dan perampasan aset. 

Dengan hanya sebagian kecil dari hasil kejahatan yang dapat dipulihkan secara global, ARIN dapat berperan penting dalam meningkatkan efektivitas upaya pemulihan aset internasional.
FATF melakukan tinjauan pihak ketiga (third-party review) yang pertama terhadap ARIN, dampak globalnya, fungsi, dan tantangan yang dihadapinya. Delapan ARIN yang berbeda beroperasi secara independen, masing-masing memiliki struktur tata kelola, mandat, dan prinsip panduannya sendiri. Partisipasi dalam ARIN tidak wajib. Saat ini terdapat 178 yurisdiksi anggota dalam jaringan ARIN, termasuk 159 anggota Jaringan Global (Global Network) FATF yang terdiri dari 205 negara dan yurisdiksi. ARIN dapat membantu memperkuat hubungan antara penyelidik dan lembaga pemulihan aset, bertindak sebagai perantara dengan jaringan regional lainnya, dan berkolaborasi dengan organisasi internasional lainnya untuk memperkuat tindakan pemulihan aset. 

ARIN dapat membantu membangun kepercayaan dan jalur komunikasi lintas batas untuk membantu penyelidik dan jaksa menelusuri aliran keuangan ileral melintasi batas negara dan memulihkan aset dalam kasus kejahatan transnasional. Namun, meskipun keberhasilannya terbukti, sebagian besar ARIN menghadapi sejumlah tantangan. Secara khusus, tantangan sumber daya dapat menghalangi ARIN tertentu untuk menindaklanjuti permintaan bantuan. Tantangan lainnya termasuk kurangnya keberlanjutan finansial jangka panjang, pengukuran kinerja dan perbedaan budaya, serta kendala bahasa di antara para penyelidik. 

Laporan ini membantu para pembuat kebijakan untuk lebih memahami peran dan dampak ARIN dan mengidentifikasi area-area yang perlu ditingkatkan sehingga jaringan internasional ini dapat memenuhi potensinya dalam membantu negara-negara menerapkan “follow the money” dan mengambil keuntungan dari kejahatan.

Laporan Pemulihan Aset Hasil Kejahatan melalui ARIN dapat diakses pada tombol berikut 




Indikator Risiko Informasi Negatif Pemilik Rekening dan Transaksi Aset Virtual terkait Cyber-enabled Fraud

Indikator risiko cyber-enabled fraud disarikan dari pengalaman dan data yang diterima dari yurisdiksi yang merupakan bagian dari FATF Global Network, the Egmont Group, dan juga praktisi di sektor swasta. Indikator-indikator ini bertujuan untuk meningkatkan deteksi transaksi mencurigakan terkait cyber-enabled fraud. Indikator-indikator ini dikategorikan ke berbagai perspektif, mulai dari pembukaan rekening hingga pemantauan transaksi. Indikator ini relevan untuk berbagai entitas, termasuk penyedia jasa keuangan, penyedia jasa aset virtual (Virtual Assets Service Providers / VASPs), penyedia barang dan jasa, serta lembaga keuangan dan lembaga pembayaran lainnya.

Informasi Negatif tentang Pemilik Rekening
•    Adanya kabar negatif yang relevan dan dapat diverifikasi mengenai nasabah atau pihak rekanan, misalnya, rekening dimiliki oleh orang yang diketahui atau dicurigai sebelumnya menjadi korban penipuan, penipuan, atau aktivitas pengambilalihan identitas
•    Laporan fraud atau recall dari lembaga korespondensi, atau database fraud dari pihak ketiga lainnya
•    Adanya permintaan recall melalui wire transfers
•    Adanya informasi negatif yang disediakan oleh lembaga intelijen keuangan atau lembaga penegak hukum mengenai orang-orang yang terlibat dalam suatu transaksi.

Transaksi Aset Virtual

  • Mengirim/menerima volume besar atau frekuensi tinggi aset virtual dalam jumlah rendah ke alamat wallet yang tidak di-hosting; atau alamat yang terkait dengan darknet marketplaces, platform materi pelecehan seksual terhadap anak-anak, eksploitasi siber marketplaces, kelompok ransomware, mixing/tumbling services, yurisdiksi berisiko tinggi, situs perjudian, dan penipu (scammers).
  • Memaksimalkan batas pendanaan harian (daily funding limits) di ATM Bitcoin
  • Tidak ada dokumen yang membuktikan asal aset virtual atau uang yang dikonversi dalam aset kripto
  • Transfer aset virtual ke wallet yang terkait dengan akvititas ilegal di dark web (misalnya, terorisme, pornografi anak, narkotika, dll.)
  • Transaksi yang melibatkan lebih dari satu jenis aset virtual, khususnya yang menyediakan anonimitas yang tinggi
  • Aktivitas transaksi aset virtual yang abnormal dari platform peer-to-peer terkait wallets tanpa penjelasan bisnis yang logis

Lainnya

  • Ketidaksesuaian nomor rekening dan nama pemilik rekening
  • Pemilik rekening terlihat di telepon atau didampingi oleh individe melalui Closed Circuit Television (CCTV) dan diinstruksikan atau dibimbing selama transaksi
  • Perusahaan penerima manfaat mengelola Situs Web Internet yang menyediakan layanan perdagangan/investasi, yang dalam banyak kasus tidak diizinkan atau terdaftar oleh Otoritas Pengawas dalam negeri.

Laporan FATF tentang Aliran Dana Gelap dari Cyber-enabled Fraud dapat diunduh


 

Indikator Risiko Instruksi Transaksi Nasabah dan Remarks terkait Cyber-enabled Fraud 

Indikator risiko cyber-enabled fraud disarikan dari pengalaman dan data yang diterima dari yurisdiksi yang merupakan bagian dari FATF Global Network, the Egmont Group, dan juga praktisi di sektor swasta. Indikator-indikator ini bertujuan untuk meningkatkan deteksi transaksi mencurigakan terkait cyber-enabled fraud. Indikator-indikator ini dikategorikan ke berbagai perspektif, mulai dari pembukaan rekening hingga pemantauan transaksi. Indikator ini relevan untuk berbagai entitas, termasuk penyedia jasa keuangan, penyedia jasa aset virtual (Virtual Assets Service Providers / VASPs), penyedia barang dan jasa, serta lembaga keuangan dan lembaga pembayaran lainnya.

Instruksi transaksi konsumen (customer transaction instruction and remarks)

  • Transaksi nasabah meminta pembayaran tambahan segera setelah pembayaran berhasil ke rekening yang sebelumnya tidak digunakan oleh nasabah untuk membayar pemasok/vendornya. Perilaku tersebut mungkin konsisten dengan upaya pelaku kejahatan untuk mengeluarkan pembayaran tambahan yang tidak sah setelah mengetahui bahwa pembayaran palsu (fraudulent payment) berhasil.

  • Instruksi transaksi nasabah yang tampaknya sah (legitimate) berisi bahasa, waktu, dan jumlah yang berbeda dari instruksi transaksi yang diverifikasi sebelumnya.

  • Instruksi transaksi mencakup penandaan, pernyataan, atau bahasa yang menunjukkan permintaan transaksi sebagai “Urgent”, “Secret”, atau “Confidential”

  • Nasabah menyajikan pesan/email dengan format yang buruk (kesalahan ejaan dan/atau tata bahasa) sebagai pembenaran suatu transaksi.

  • Instruksi transaksi berupa pembayaran langsung ke penerima yang diketahui. Namun, informasi rekening penerima berbeda dengan yang digunakan sebelumnya.

  • Penerima yang dituju dalam deskripsi transaksi dan nama pemegang rekening yang diketahui bank penerima tidak konsisten

  • Transfer dana yang diperintahkan oleh perorangan (yang diduga sebagai investor) yang tidak memiliki pengalaman dan keahlian di bidang finansial, untuk kepentingan perusahaan (dalam banyak kasus didirikan di yurisdiksi berisiko tinggi) dengan alasan pembayaran terkait dengan investasi dan produk keuangan

  • Counterparties yang tidak sesuai dengan nama bisnis/perusahaan pada rekening dan menyarankan hal yang dapat memberikan perlindungan bagi pergerakan dana dalam jumlah besar secara internasional (misalnya, perusahaan yang dilaporkan sebagai perusahaan furnitur melakukan beberapa transfer besar ke perusahaan perdagangan minyak bumi)

  • Transaksi dilakukan dengan ketidakcocokan zona waktu perangkat.

Laporan FATF tentang Aliran Dana Gelap dari Cyber-enabled Fraud dapat diunduh


 

Indikator Risiko Pola Transaksi Cyber-enabled Fraud

Indikator risiko cyber-enabled fraud disarikan dari pengalaman dan data yang diterima dari yurisdiksi yang merupakan bagian dari FATF Global Network, the Egmont Group, dan juga praktisi di sektor swasta. Indikator-indikator ini bertujuan untuk meningkatkan deteksi transaksi mencurigakan terkait cyber-enabled fraud. Indikator-indikator ini dikategorikan ke berbagai perspektif, mulai dari pembukaan rekening hingga pemantauan transaksi. Indikator ini relevan untuk berbagai entitas, termasuk penyedia jasa keuangan, penyedia jasa aset virtual (Virtual Assets Service Providers / VASPs), penyedia barang dan jasa, serta lembaga keuangan dan lembaga pembayaran lainnya.

Pola transaksi

  • Transaksi bernilai cepat atau segera, tinggi atau rendah setelah pembukaan akun, atau tidak sesuai dengan tujuan akun.
  • Penarikan tunai atau transfer tunai dalam jumlah besar secara cepat atau segera ketika menerima transfer dana untuk mengosongkan rekening
  • Transaksi yang sering dan dalam jumlah besar, yang tidak sesuai dengan profil ekonomi pemegang rekening (misalnya, transfer internasional mendadak, penarikan tunai yang dilakukan melalui payment cards di ATM asing, pembelian aset virtual atau barang dalam jumlah besar untuk diekspor ke luar negeri, atau pembayaran untuk kepentingan yang tidak memiliki izin penyelenggara transfer dana luar negeri)
  • Transfer dana ke dan dari yurisdiksi pencucian uang yang berisiko tinggi
  • Transaksi besar yang sering dilakukan dengan perusahaan yang baru didirikan dan/atau yang kegiatan utamanya tidak sejalan dengan kegiatan yang dilakukan penerima manfaat atau mempunyai tujuan umum
  • Pembayaran dalam jumlah kecil kepada penerima manfaat, yang setelah berhasil diselesaikan, akan segera diikuti dengan pembayaran bernilai lebih besar kepada penerima manfaat yang sama
  • Pembelian dengan jumlah nilai bulat (round value) yang sering dan/atau dalam jumlah besar, yang dapat mengindikasikan pembelian dengan kartu hadiah (gift card).

Laporan FATF tentang Aliran Dana Gelap dari Cyber-enabled Fraud dapat diunduh 


Aliran Dana Gelap dari Cyber-enabled Fraud

Cyber-enabled fraud adalah kejahatan yang besar, terorganisir, dan bersifat transnasional. Kejahatan ini bertumbuh secara eksponensial dalam beberapa tahun terakhir, baik dalam volume dan penyebarannya secara global. Cyber-enabled fraud berdampak negatif pada individu, organisasi, dan perekonomian di seluruh dunia. Dampak destruktifnya berupa kerugian finansial yang masif, sekaligus mengikis kepercayaan pada sistem digital. Karena kejahatan ini bersifat lintas negara, hasil fraud melalui dunia maya seringkali dengan cepat ditransfer atau dialihkan ke yurisdiksi yang berbeda. Persoalan ini membuat cyber-enabled fraud menjadi perhatian global.

Seiring inovasi dan kemajuan pesat akibat perkembangan digital, skala cyber-enabled fraud juga akan meningkat jika terus dibiarkan. Organisasi internasional, Financial Action Task Force (FATF), bekerja sama dengan Egmont Group dan INTERPOL, menganalisis perkembangan cyber-enabled fraud, kaitannya dengan kejahatan lain, dan bagaimana pelaku kejahatan dapat mengeksploitasi adanya kerentanan dalam perkembangan teknologi baru. Laporan FATF ini menyoroti contoh-contoh respons dan strategi operasional yang telah terbukti berhasil dalam mengatasi cyber-enabled fraud. Laporan ini juga mencakup kebutuhan untuk menghilangkan isolasi (siloes), mempercepat, serta meningkatkan kolaborasi di berbagai sektor, baik di lingkup domestik hingga internasional.

Menghentikan ancaman cyber-enabled fraud memerlukan kerja sama dari berbagai negara. Berdasarkan Laporan FATF, terdapat tiga bidang prioritas di mana yurisdiksi harus bertindak untuk mengatasi cyber-enabled fraud dan juga pencucian uang secara lebih efektif. Pertama, meningkatkan koordinasi di lingkup domestik antara sektor publik dan sektor swasta. Kedua, mendukung kolaborasi internasional secara multilateral, dan ketiga, memperkuat deteksi dan pencegahan dengan meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan, serta memfasilitasi pelaporan kejahatan tersebut.

Laporan FATF yang dirilis ini juga mengidentifikasi indikator risiko serta kebutuhan dan pengendalian anti-fraud yang berguna, yang dapat membantu entitas di sektor publik dan sektor swasta untuk mendeteksi dan mencegah cyber-enabled fraud dan pencucian uang.

Laporan FATF tentang Aliran Dana Gelap dari Cyber-enabled Fraud dapat diunduh 


 

Bagaimana Pembuat Kebijakan dapat Mencegah Crowdfunding Digunakan untuk Pendanaan Terorisme

Penegak hukum, pihak pelapor, dan regulator menghadapi berbagai tantangan untuk mendeteksi, menyelidiki, dan menuntut crowdfunding disalahgunakan untuk pendanaan terorisme. Guna memperkuat kesadaran, menyamakan pemahaman, dan membangun tindakan yang efektif, pembuat kebijakan di berbagai negara harus menjalankan berbagai tindakan berikut:

  1. Mengidentifikasi, menilai, dan memahami risiko pendanaan terorisme yang terkait dengan sektor crowdfunding, serta memastikan risiko-risiko tersebut dimitigasi secara efektif, sekaligus menghindari terhambatnya aktivitas keuangan yang sah.
  2. Mendorong pendekatan yang melibatkan multi-pemangku kepentingan terhadap mitigasi risiko, yang di dalamnya mencakup otoritas pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, hingga akademisi ketika merancang dan meninjau langkah-langkah mitigasi risiko untuk memastikan uji tuntas (due diligence) terhadap hak asasi manusia.
  3. Menyadari pentingnya berbagi informasi antara sektor publik dan sektor swasta guna menerapkan langkah-langkah secara efektif dan berkelanjutan.
  4. Menerapkan standar yang ditetapkan oleh organisasi internasional, Financial Action Task Force (FATF) yang relevan dengan ekosistem crowdfunding, seperti aturan terkait aset virtual, organisasi nirlaba, serta layanan transfer uang.

Laporan FATF mengenai aktivitas crowdfunding untuk pendanaan terorisme dapat diunduh 

 

Financial Actions Task Force (FATF)

  1. Penyalahgunaan Kewarganegaraan dan Tempat Tinggal oleh Program Investasi
  2. Best Practices dalam Memerangi Penyalahgunaan Organisasi Nirlaba
  3. Pemulihan Hasil Kejahatan Internasional melalui ARIN
  4. Aliran Dana Gelap dari Cyber-enabled Fraud
  5. Bagaimana Pembuat Kebijakan dapat Mencegah Crowdfunding Digunakan untuk Pendanaan Terorisme

 

Asia Pacific Group (APG)

2023 APG Typologies Report

APG menerbitkan laporan tipologi regional setiap tahun untuk membantu para pemangku kepentingan lebih memahami perkembangan dari tindak pidana pencucian uang, tindak pidana pendanaan terorisme (TF), dan tindak pidana pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal yang ada dan yang sedang berkembang. Laporan ini juga berisi upaya tindakan yang efektif beserta respons strategis yang dilakukan

Laporan Tipologi APG 2023 mencakup informasi yang diberikan oleh 17 anggota APG dan lima organisasi atau yurisdiksi pengamat, termasuk 136 studi kasus dan risetKontribusi yang diberikan oleh PPATK dalam laporan ini meliputi:

  • Studi kasus pendanaan terorisme dan pencucian uang
  • Tren pencucian uang dan pendanaan terorisme
  • Metode dan tren pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal
  • Metode dan tren perampasan aset

2023 APG Typologies Report dapat diakses di sini

 

Egmont

Report on Abuse of Virtual Assets for Terrorist Financing Purposes

Project dari Information Exchange Working Group (IEWG) the Egmont Group tentang Penyalahgunaan Aset Virtual untuk Tujuan Pendanaan Terorisme dirancang untuk menilai kemungkinan penyalahgunaan, serta mencatat praktik terbaik yang digunakan oleh FIU anggota Egmont Group untuk mencegah penyalahgunaan aset virtual untuk tujuan pendanaan terorisme.

Tujuan utama project ini adalah untuk mengeksplorasi penyalahgunaan aset virtual untuk pendanaan terorisme, dengan cara:

• Memahami peraturan aset virtual di berbagai negara;

• Mengidentifikasi bagaimana aset virtual didefinisikan di berbagai negara;

• Menentukan penggunaan dan deteksi aset virtual;

• Mengembangkan kerangka kerja, standar atau dokumen praktik terbaik untuk digunakan oleh FIU; dan

• Berbagi studi kasus.

Report on Abuse of Virtual Assets for Terrorist Financing Purposes dapat diakses di sini

 

 

 

Capaian Internasional


Delegasi PPATK Menjuarai Best Egmont Case Award 2023

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai Financial Intelligence Unit (FIU) Indonesia berhasil menjadi juara dalam perhelatan kompetisi Best Egmont Case Award (BECA) 2023, yang diselenggarakan dalam 29th The Egmont Group Plenary, pada Kamis, 6 Juli 2023, di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Dalam kompetisi ini, PPATK telah mempersiapkan diri sejak Februari 2023 untuk menyusun kasus yang dapat di paparkan kepada tim penilai kelak.

Seluruh FIU anggota Egmont Group sebanyak 166 FIU berhak untuk berpartisipasi. Pada tanggal 23 Juni 2023 Sekretariat Egmont menyampaikan secara resmi bahwa terpilih 2 finalis BECA, yaitu FIU Perancis TRACFIN dengan kasus TIndak Pidana Pendanaan Terorism (TPPT) yang melibatkan crypto assets; dan FIU Idonesia PPATK, dengan kasus TPPT terkait penyalahgunaan donasi dari luar negeri untuk mendukung entitas teroris tertentu. Kedua finalis diminta untuk mempresentasikan kasusnya pada sesi Plenary selama 8 menit.

Sejumlah aspek yang dinilai antara lain keefektifan kasus, fokus kerja FIU dan analisisnya, koordinasi dan kolaborasi baik secara domestik maupun internasional, demonstrasi kasus yang jelas, serta berbgai aspek pendukung lainnya yang relevan. Pada saat pengumuman, PPATK dinyatakan sebagai juara melalui voting yang diberikan oleh seluruh FIU anggota Egmont yang hadir.

Peran Sentral PPATK Membawa Indonesia Menjadi Anggota Penuh FATF

Upaya Indonesia untuk menjadi anggota Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrorism Financing (FATF) telah berhasil dengan diterimanya Indonesia menjadi negara anggota FATF (full membership). Dalam FATF Plenary Meeting di Paris, Perancis yang dipimpin oleh Presiden FATF, Mr. T. Raja Kumar pada Rabu, 25 Oktober 2023 pukul 17.50, Indonesia  secara aklamasi diterima sebagai anggota FATF yang ke 40. Hal ini merupakan pengakuan dunia internasional atas efektivitas regulasi, koordinasi dan implementasi rezim anti pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, dan proliferasi senjata pemusnah massal (APUPPT PPSPM) di Indonesia.

Keanggotaan penuh di FATF memiliki arti penting, mengingat FATF adalah suatu forum internasional yang bertujuan menetapkan standar global rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta hal-hal lain yang mengancam integritas dan stabilitas sistem keuangan internasional. Sebagai salah satu ekonomi terbesar dunia dengan kasus yang kaya ragam, Indonesia akan berkontribusi penting di FATF.

Keanggotaan Indonesia di FATF akan meningkatkan kredibilitas perekonomian nasional dan persepsi positif terhadap sistem keuangan Indonesia yang kemudian akan berdampak pada pesatnya pertumbuhan ekonomi melalui investasi baik dalam maupun luar negeri.  Kepercayaan investor kepada pemerintah akan meningkat karena keyakinan bahwa uang yang mereka investasikan di Indonesia aman dan berisiko rendah terhadap terjadinya pencucian uang maupun pendanaan terorisme. Terkait penegakan hukum, Indonesia dapat meningkatkan efektifitas kerjasama internasional melalui dukungan kuat jejaring negara anggota FATF untuk mengungkap kasus TPPU dan TPPT lintas negara/jurisdiksi termasuk pemulihan aset.

Selain itu, dengan status sebagai anggota penuh FATF, Indonesia dapat berkontribusi memberi warna kebijakan strategis global terkait APU-PPT sesuai dengan perspektif dan kepentingan Indonesia.